Jakarta (ANTARA) - Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) menilai perlu adanya peraturan yang jelas antara kepailitan dan perlindungan konsumen terkait sektor perumahan.

"Dengan begitu pelaku usaha yang tidak beritikad baik tidak lolos dari pertanggungjawabannya. Negara harus hadir memastikan masyarakat mendapatkan hak-haknya," ujar Ketua Komisi Advokasi BPKN, Rolas B. Sitinjak di Jakarta, Rabu.

Ia mengatakan, dalam keadaan pelaku usaha pailit, kedudukan konsumen adalah sebagai kreditur konkuren.

"Kedudukan kreditor konkuren dalam hal pemberesan harta debitur pailit (pelaku usaha) akan mendapatkan pembagian harta pailit sesuai persentase dan bahkan sampai tidak mendapatkan haknya sesuai dengan kerugian konsumen," katanya.

Baca juga: BPKN dinilai dapat berperan mengusulkan status konsumen jadi preferen

Menurut Rolas, kasus kepailitan sudah sangat mengganggu, dikarenakan konsumen selalu berada di pihak yang tidak berdaya. Padahal, di dalam Undang-undang Perlindungan Konsumen, konsumen sangat dilindungi.

Ia menyampaikan, sepanjang tahun 2020 BPKN menerima pengaduan pada sektor perumahan sebanyak 78 persen, permasalahan kepailitan merupakan masalah terbanyak yang diadukan konsumen perumahan.

"BPKN bergerak dengan memberikan rekomendasi dan melakukan kajian di sektor perumahan. Di tahun 2018, BPKN memberikan rekomendasi kepada Kementerian PUPR selaku regulator perumahan rakyat, OJK selaku pengawas perbankan dan kepada perbankan BUMN pemberi kredit," ucapnya.

Rolas mengatakan, rekomendasi BPKN ditindak lanjuti oleh pihak Kementerian PUPR dengan mengeluarkan Permen PUPR
No 11/PRT/M/2019 tentang Sistem Perjanjian Pendahuluan Jual Beli yang mengatur secara rinci mengenai sistem pemasaran dan PPJB, serta kewajiban pelaku usaha yang harus dipenuhi sebelum melakukan pemasaran dan PPJB.

Baca juga: BPKN: Minimnya pemahaman produk investasi buat konsumen mudah tertipu

Sementara itu, Ketua Lembaga Advokasi Konsumen Properti Indonesia, Erwin Kallo mengatakan bahwa legal standing konsumen properti sangat lemah.

"Salah satu faktor lemahnya posisi konsumen properti adalah regulasi yang masih partial dan tidak komprehensif," katanya.

Selain masalah regulasi, lanjut dia, sengketa konsumen perumahan diselesaikan dalam waktu yang lama dan memakan biaya yang besar.

"Perlu adanya solusi untuk permasalahan tersebut yaitu regulator perlu membuat regulasi yang applicable dan komprehensif, serta adanya lembaga peradilan khusus
sengketa konsumen," ucapnya.

Sekjen Asosiasi Kurator dan Pengurus Indonesia, Dedy Kurniadi menambahkan bahwasanya pelaku usaha yang dinyatakan pailit tidak otomatis bebas dari tanggung jawabnya kepada konsumen.

"Permasalahan legal standing dari pihak konsumen dikarenakan adanya itikad tidak baik dari developer untuk mengurus dokumen awal konsumen pembeli properti," katanya.
 

Pewarta: Zubi Mahrofi
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2020