Sorgum ini merupakan upaya memperkenalkan tanaman pangan alternatif di Buleleng
Singaraja (ANTARA) - Pemkab Buleleng, Bali, melakukan panen perdana sorgum yang dikembangkan sejak Juni 2020 di atas lahan seluas satu hektare di Subak Anyar, Desa Tegal Linggah, Kecamatan Sukasada, Buleleng.

”Sorgum ini merupakan upaya memperkenalkan tanaman pangan alternatif di Buleleng," kata Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Buleleng I Made Sumiarta setelah panen perdana di desa setempat, Selasa.

Baca juga: Banyak keunggulan, Balitbangtan dorong warga manfaatkan sorgum bioguma

Selain sebagai pangan alternatif, sorgum di Buleleng yang biasa disebut dengan nama "jagung gembal" itu memiliki keterikatan historis dengan masyarakat Buleleng, bahkan tanaman itu disebut juga sebagai pohon buleleng.

"Dengan historis semacam itu, Buleleng tentu sangat tepat dijadikan sentra pengembangan sorgum. Nantinya akan dikembangkan di seluruh kecamatan di kabupaten Buleleng," ujarnya.

Untuk sementara ini, sorgum masih ditanam di wilayah Kecamatan Sukasada. Selain di Desa Tegal Linggah, sorgum juga ditanam di Desa Sambangan dan Desa Panji.

Pada November mendatang, tanaman ini akan mulai dikembangkan di wilayah Kecamatan Gerokgak dan Kecamatan Kubutambahan. "Sebelum November ini sudah ada benih sekitar 5 hingga 6 ton untuk pengembangan dari hasil panen di tiga desa tersebut," ujarnya

Sumiarta mengungkapkan pada tahun ini Buleleng mengembangkan sorgum seluas 25 hektare dengan memanfaatkan lahan-lahan marjinal.

Dari 25 hektare lahan yang akan dikembangkan dengan produksi sekitar 3 ton setiap hektarenya, maka jika dikalkulasi akan menghasilkan sekitar 75 ton sorgum. ”Buleleng nantinya jadi pusat sorgum,” katanya.

Sementara itu, Kepala Bidang Tanaman Pangan dan Hortikultura Dinas Pertanian Provinsi Bali I Wayan Sunarta menambahkan sorgum mampu menjadi percontohan alternatif pangan sehat pengganti beras mengingat tanaman ini memiliki ketahanan di atas rata-rata dibandingkan tanaman pangan lainnya dengan kondisi lahan yang kering.

”Sehingga sorgum dinilai cocok untuk mengefektifkan lahan kering di wilayah Buleleng,” katanya.

Sunarta menjelaskan hasil panen perdana di Subak Anyar ini rencananya akan dijadikan benih pengembangan tanaman sorgum berikutnya, baik di wilayah Buleleng maupun kabupaten lain di Bali yang berminat untuk ikut mengembangkan sorgum.

”Di Buleleng sendiri ditargetkan jatah pengembangan sorgum seluas 25 hektar dan sebagian juga akan kami hubungkan pengembangan ke daerah luar, seperti NTT," katanya.

Untuk wilayah Buleleng, ia berharap para petani juga punya inisiatif untuk mengembangkan sorgum secara mandiri atau dengan dukungan pihak swasta. Dengan demikian, target 25 hektare di Buleleng dapat segera terealisasi.

"Setiap satu hektare lahan yang akan ditanami membutuhkan sekitar 10 kilogram benih. Kalau mau mengembangkan, misalnya dengan didukung CSR untuk membeli benihnya akan sangat bagus, sehingga akan cepat tercapai, bahkan mungkin bisa 100 hektare," katanya.

Sorgum yang dipanen di atas lahan seluas satu hektare ini hasilnya diperkirakan mencapai 3 ton. Selain digunakan untuk pembenihan, hasilnya nanti juga bisa dicoba untuk diolah dan dikonsumsi.

Ia mengatakan petani tidak khawatir lagi terkait pasar. "Kemarin, ada yang mau ambil tapi kami peruntukan sebagai benih dulu. Kami harap ini bisa disebar dulu, sehingga Buleleng menjadi kawasan sorgum,” katanya.

Baca juga: Bupati Situbondo: Sorgum jadi solusi sulitnya pakan ternak
Baca juga: BPTP NTB kembangkan Sorgum Numbu, varietas unggul nasional

Pewarta: Naufal Fikri Yusuf/Made Adnyana
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2020