Jakarta (ANTARA) - Pemerintah mereformasi ekosistem logistik nasional (NLE) melalui kemudahan dan penyederhanaan proses hulu hingga hilir sehingga memangkas waktu dan biaya yang ditargetkan menekan biaya logistik dari 23,5 persen menjadi 17 persen dari produk domestik bruto (PDB).

“Dengan reformasi ini sektor logistik akan makin meningkat tidak hanya dari sisi efisiensi tapi juga kontribusinya dalam meningkatkan daya kompetisi seluruh perekonomian nasional,” kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati di Jakarta, Kamis.

Adapun penataan yang dilakukan dalam sistem NLE ini adalah proses bisnis yang dirapikan dan disederhanakan melalui layanan pemeriksaan terpadu melalui single submission, layanan pelabuhan dan perizinan.

Baca juga: Bea Cukai dan Badan Karantina Pertanian perkuat ekosistem logistik

Dalam penataan proses bisnis itu, setidaknya ada tujuh kementerian yang dipadukan dalam satu sistem submission yakni Kemenkeu, Kemenhub, Kemendag, Kementan, Kemenperin, Kementerian KKP, BKPM, BP Batam dan kementerian/lembaga terkait.

Kemudian, di dalam sistem NLE ini menjadi platform bagi pelaku usaha bidang transportasi, shipping, kepelabuhan, pergudangan dan depo sehingga tidak terjadi proses yang berulang, melibatkan kerja sama Kemenkeu, Kemenhub dan Kemendag dengan asosiasi usaha terkait.

Selanjutnya, sistem NLE ini juga menyangkut sistem pembayaran dan perbankan bekerja sama dengan Bank Indonesia dan Himpunan Bank Milik Negara (Himbara).

Selain itu, penataan NLE meliputi pengelolaan tata ruang di pelabuhan utama, penempatan depo container, dan pembentukan inland consolidation center dengan kerja sama Kementerian Keuangan, Kementerian BUMN dan Kementerian Perhubungan.

Baca juga: PT Pos sebut penguatan UMKM tekan biaya logistik di kawasan timur

Adapun efisiensi yang timbuh dari sistem NLE ini adalah mulai dari biaya dan waktu yang bisa ditekan di antaranya berasal dari proses perizinan, pemesanan truk, pemeriksaan, hingga pengangkutan.

Menteri Keuangan menjelaskan biaya logistik di Indonesia selama ini masih lebih tinggi dibandingkan negara tetangga di kawasan ASEAN dan negara terdekat seperti Singapura dan Malaysia.

Selama ini, lanjut dia, biaya logistik di Tanah Air mencapai 23,5 persen dari PDB atau lebih tinggi dari Malaysia yang mencapai 13 persen.

Sri Mulyani menambahkan kinerja logistik ketika pemerintah melakukan kemudahan berbisnis atau ease of doing business juga belum menunjukkan hasil yang signifikan yakni hanya naik dari 67,3 ke 69,3 sehingga menjadi keharusan melakukan reformasi.

Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu menyebut selama ini sistem logistik Indonesia masih seperti benang ruwet meski sebelumnya pemerintah sudah merintis Nasional Single Window (NSW).

NSW ini, kata dia, menghubungkan 16 kementerian/lembaga namun badan ini belum memasukkan ekosistem yang memudahkan dengan pelaku usaha tapi lebih kepada koordinasi di antara kementerian/lembaga di lingkungan pemerintah.

“Sehingga importir, eksportir dan pelaku logistik, dia harus berkali-kali melakukan submission dan proses dengan tetap masing-masing pemerintah maupun di antara mereka sendiri sehingga banyak proses repetitif dan rumit,” katanya.

NSW sendiri merupakan bagian dari sistem NLE ini yang akan mengkolaborasikan sistem logistik yang ada selama ini sehingga tidak terjadi duplikasi dan mendorong efisiensi.

Sistem NLE dilakukan secara bertahap hingga 2024 mulai tahapan perencanaan hingga sudah ada implementasi melalui percontohan layanan salah satunya penerapan single submission dan pemeriksaan bersama Bea Cukai dan Karantina.

Proyek percontohan itu dilakukan bertahap di Pelabuhan Belawan Medan, Pelabuhan Tanjung Emas Semarang, Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya dan Pelabuhan Tanjung Priok Jakarta.

Pewarta: Dewa Ketut Sudiarta Wiguna
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2020