Sanksi denda bagi masyarakat umum yang tidak menggunakan masker di fasilitas umum sebesar Rp100 ribu, sedangkan untuk aparatur sipil negara (ASN) Rp200 ribu
Mataram (ANTARA) - Badan Keuangan Daerah (BKD) Kota Mataram, Provinsi Nusa Tenggara Barat menyatakan bahwa pembayaran sanksi denda oleh pelanggar Peraturan Wali Kota Mataram Nomor 34/2020, yakni bagi warga yang tidak memakai masker di tempat umum, masuk menjadi penerimaan daerah lain-lain yang sah.

"Denda tidak pakai masker menjadi penerimaan daerah lain-lain yang sah karena memiliki rekening tersendiri dan punya landasan hukum serta regulasi yang jelas," kata Kepala BKD Kota Mataram HM Syakirin Hukmi di Mataram, Jumat.

Pernyataan itu disampaikan menyikapi telah dilaksanaan Peraturan Wali Kota Mataram Nomor 34/2020 tentang Penerapan Disiplin dan Penegakan Hukum Protokol Kesehatan Sebagai Upaya Pencegahan dan Pengendalian COVID-19, yang merupakan turunan dari Perda Provinsi NTB Nomor 7/2020 tentang Penanggulangan Penyakit Menular, mulai 14 September 2020.

Berdasarkan regulasi tersebut, disebutkan bahwa sanksi denda bagi masyarakat umum yang tidak menggunakan masker di fasilitas umum sebesar Rp100 ribu, sedangkan untuk aparatur sipil negara (ASN) Rp200 ribu.

Selain itu, kata dia, pengenaan sanksi denda juga diberikan terhadap masyarakat yang melaksanakan berbagai kegiatan keagamaan namun tidak menerapkan protokol COVID-19 sebesar Rp250.000.

Sanksi denda juga berlaku terhadap pengurus dan atau penanggun jawab tempat fasilitas umum dan tempat ibadah yang yang melanggar perda tersebut dikenakan sanksi denda Rp400 ribu.

Karena itu, mulai tanggal 14 September 2020, Satpol PP Kota Mataram sebagai penegak perda sudah mulai turun melakukan razia penggunaan masker bersama tim terkait.

"Tim BKD dalam pelaksanaan razia menggunaan masker belum dilibatkan, dan sejauh ini belum ada laporan berapa besaran sanksi denda yang sudah terkumpul," katanya..

Namun demikian, lanjut Syakirin, dalam aturan membolehkan bendahara penerima diamanatkan kepada siapapun sesuai dengan bidang tugasnya. Misalnya, bendahara penerima untuk razia masker diamanatkan ke Satpol PP boleh saja.

"Nanti Satpol PP yang berkoordinasi dan bertanggung jawab menyetor pendapatan daerah tersebut ke kas daerah sesuai dengan sistem yang mereka tetapkan. Setor sekali sebulan atau satu kali 24 jam," kata Syakirin Hukmi ​​​​​​.

Sebelumnya, Plt Dansatpol PP Kota Mataram Lalu Martawang mengatakan dalam kegiatan razia gabungan penggunaan masker yang dilaksanakan oleh Satpol PP Kota Mataram di Jalan Majapahit, Senin (14/9) 2020) terjaring 14 orang yang pengendara kendaraan yang tidak menggunakan masker.

"Ada 10 orang mengambil sanksi denda masing-masing membayar Rp100 ribu, dan 4 orang mengambil sanksi sosial. Mereka yang kena sanksi sosial ini disanksi menyapu jalan tapi sebelumnya dipasangkan rompi khusus," katanya.

Ia mengatakan sebelum pemberian sanksi baik denda maupun sosial, warga yang terindikasi melanggar akan diarahkan ke  Penyidik Pegawai Negeri Sipil  (PPNS), kemudian diberikan pemahaman dan memilih jenis sanksi yang mereka sepakati. Pembayaran denda, memang masuk langsung ke kas daerah.

"Tapi jangan kedepankan seolah-olah pemerintah memeras rakyat. Ini sepenuhnya untuk kepentingan kita bersama," katanya.

Diingatkan bahwa penegakan Perwal 34/2020, bukan dalam posisi saling mengancam tapi tujuannya agar seluruh masyarakat sadar dan saling melindungi, demikian Lalu Martawang.

Baca juga: Pemkot Mataram siap laksanakan regulasi sanksi tidak pakai masker

Baca juga: NTB berlakukan denda pelanggar protokol COVID-19 mulai September

Baca juga: Ribuan masker kain dibagikan ke pedagang di pasar tradisional Mataram

Baca juga: Pakar Hukum: Denda tak pakai masker untuk melindungi kepentingan umum




 

Pewarta: Nirkomala
Editor: Andi Jauhary
Copyright © ANTARA 2020