Denpasar (ANTARA) - Ketua Pengadilan Negeri Denpasar Sobandi mengatakan pihaknya akan mengkaji terkait permohonan pergantian majelis hakim atas perkara terdakwa I Gede Ary Astina alias Jrx karena dituding memiliki konflik kepentingan. 
 
"Untuk permintaan dari penasehat hukum terdakwa yaitu mengganti majelis hakim sudah kami terima tadi suratnya dan kami akan pelajari ya. Kami akan pelajari apakah memang harus diganti atau tidak," ucap Sobandi saat ditemui di PN Denpasar, Senin.

Ia menjelaskan  bahwa mengganti majelis hakim itu alasannya ada dua hal yang penting yaitu jika adanya konflik kepentingan bagi hakim dengan perkara itu dan yang kedua mutasi hakim.

Baca juga: Kuasa hukum Jrx ajukan surat pergantian majelis hakim ke PN Denpasar
Baca juga: Ketua PN sebut meski "walk out", sidang Jrx SID tetap digelar online
Baca juga: Jrx SID tolak sidang online, Ketua Majelis Hakim skors sidang 15 menit


Untuk itu, ia mengatakan akan mempelajari terkait ada atau tidaknya konflik kepentingan hakim seperti yang dimaksud kuasa hukum dari terdakwa Jrx. Sedangkan terkait mutasi, kata Sobandi kita semua tahu memang saat ini belum ada SK Mutasi hakim.

Selanjutnya terkait sidang online, Sobandi mengatakan bahwa telah disepakati dasarnya adalah SKK MA mengenai SK Dirjen 379 sebagai dasar hukumnya.

Sedangkan mengenai dugaan konflik kepentingan langsung atau tidak langsung sebagaimana disampaikan oleh penasehat hukum terdakwa terhadap perkara itu, akan kita pelajari dahulu.
 
"Mengenai statemen ketua pengadilan sehingga secara tidak langsung intervensi ya atau apa istilahnya, nah penilaian itu ada di masing-masing pihak, cuma saya jamin bahwa ketua pengadilan tidak ada mengintervensi. Semua keputusan ada di majelis hakim untuk sidang online atau tidak online," tegas Sobandi.
 
Sebelumnya, kuasa hukum Jrx, I Wayan Suardana alias Gendo mengatakan selain dugaan konflik kepentingan tidak langsung, majelis hakim juga mengalami konflik yuridis karena menempatkan MoU seolah-olah di atas KUHAP sebagai UU atau ketentuan hukum yang mengatur hukum acara.

Menurutnya, selain diduga memiliki konflik kepentingan tidak langsung, majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara a quo juga secara sengaja melanggar dan menyimpangi hukum acara pidana.
 
"Kemudian yang dijadikan dasar adalah komitmen Ketua PN untuk tetap sidang online dan kemudian itu dijadikan dasar majelis hakim yang memeriksa perkara a quo untuk kemudian menetapkan tidak online. Itu menunjukkan bahwa majelis hakim tidak bebas dan berada dalam tekanan karena melanjutkan komitmen Ketua PN Denpasar. Padahal ini dua intitas yang berbeda. Untuk majelis hakim berdasarkan UU kekuasaan kehakiman , jadi wajib mengadili perkara secara independen dan tidak di bawah tekanan dan tidak memiliki konflik kepentingan," kata Gendo.
 
 

Pewarta: Ayu Khania Pranishita
Editor: M Arief Iskandar
Copyright © ANTARA 2020