Kadang saya rindu bisa misa di gereja lagi, tapi kan tidak boleh, apalagi usia saya ini sudah 68 tahun
Jakarta (ANTARA) - Siang itu, Susanti (68) bersimpuh di atas tempat tidur tunggal berdipan kayu, bak menghadap ke altar, namun matanya tertuju ke televisi ukuran 14 inci di dalam kamar mungilnya di Gang Kelinci, Kelurahan Pasar Baru Jakarta Selatan, Minggu (13/9).

Kedua tangannya saling mengepal, suaranya lirih bersenangdung kidung misa yang dipimpin oleh Pendeta dari Gereja Kim Tae Gon, Kelapa Gading yang disiarkan oleh stasiun televisi plat merah, TVRI.

Setiap Minggu, adalah jadwal Susanti mengikuti misa secara daring lewat siaran televisi selama masa pandemi COVID-19, ini merupakan pekan ke-29 misa yang diikutinya dari rumah.

Sehari sebelumnya, dalam bincang ringan sesama penghuni kontrakan, Susanti menyampaikan kerinduannya untuk bisa beribadah ke gereja.

"Kadang saya rindu bisa misa di gereja lagi, tapi kan tidak boleh, apalagi usia saya ini sudah 68 tahun," ujarnya.

Usia Lansia
Susanti terlahir sebagai keturunan Tionghoa di Bangka Belitung, dengan nama Kim San, ber-KTP Sunter, Jakarta Utara, sudah 18 tahun tinggal dan bekerja sebagai tukang jahit di Gang Kelinci, Pasar Baru.

Wanita memiliki tinggi tubuh 140 cm dan berat 60 kg itu telah 20 tahun lebih ditinggal wafat  suaminya yang meninggal karena sakit.

Baca juga: Anies tegaskan PSBB lanjutan menekankan pada pengetatan

Janda tanpa anak tersebut kini hidup untuk menafkahi diri sendiri dengan bekerja sebagai penjahit di rumah kerabatnya.

Sebagai penganut Katolik, Gereja Katedral Jakarta Pusat tempat yang biasa disambangi Susanti untuk ibadah misa setiap Minggu sebelum COVID-19 mewabah.

Namun, sejak COVID-19 muncul dan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) awal diberlakukan pada 10 April hingga 3 Juni 2020 membuat ibadah di gereja dan tempat ibadah lainnya dialihkan di rumah saja.

Walau PSBB telah dilonggarkan selama dari tanggal 4 Juni hingga 13 September, Susanti masih tetap beribadah di rumah.

Susanti mengenang masa-masa sebelum pandemi, dirinya kerap mengikuti ibadah misa di sore hari sekitar pukul 15.00 WIB.

Selain ibadah, misa di gereja juga jadi ajang silaturahmi Susanti dengan teman dan kerabatnya.

"Sekarang saya tidak bisa ke gereja, usia saya sudah 68 tahun, gereja sudah kasih aturannya dibatasi hanya boleh sampai usia 59 tahun," kata Susanti memberitahu pengumuman pesan berantai yang diterimanya dari jemaat gereja.

Kadang Susanti iri dengan tetangganya yang berusia 58 tahun masih punya kesempatan bisa beribadah misa di gereja. Namun, sekuat tenaga ia menahan kemauannya tersebut karena sadar bahwa dirinya hanya seorang pendatang, yang terdaftar sebagai jemaat gereja katolik di Sunter, Jakarta Utara.

Mawas diri
Bukan tidak berani melawan keadaan dengan dalih bahwa ibadah adalah urusan keyakinan seorang hamba dengan Tuhan yang pantang dicampuri oleh manusia ataupun aturan, terlebih dengan usianya yang lanjut, selayaknya mendekatkan diri kepada Tuhan dengan lebih banyak beribadah di rumah Tuhan.

Susanti bertubuh sehat, tidak memiliki penyakit kronis bawaan yang lazim dialami orang-orang seusianya.

Baca juga: Anies izinkan ojol angkut penumpang selama PSBB lanjutan

Satu-satunya penyakit yang dia miliki adalah alergi udara dingin dan debu, sehingga akan terserang batuk pilek.

"Saya tidak punya penyakit macam-macam, cuma batuk pilek saja, saya pernah ke Hongkong lagi musim dingin saya kena flu di sana," ujarnya.

Meski tak memiliki penyakit usia lanjut, Susanti mawas diri akan kondisinya yang sudah lansia.

Ia mengamati setiap pemberitaan dari media televisi bahwa lansia disarankan untuk di rumah saja.

Susanti jujur mengakui bahwa dirinya takut tertular dan menularkan, maka satu-satunya cara aman adalah mematuhi imbauan pemerintah untuk di rumah saja.

Susanti hanya keluar setiap pagi untuk berolahraga di gang Kelinci, setelah itu dirinya membeli makanan seperti gado-gado atau nasi kuning kesukaannya, untuk sarapan pagi dan makan siang.

Sesekali Susanti ke Pasar Baru Pasar Atom untuk membeli keperluan seperti vitamin atau memesan kancing baju untuk jahitan yang sedang dikerjakannya.

Tapi dia akan jeda ke pasar begitu mendengar kabar ada penularan COVID-19 terjadi di pasar.

"Kemarin ada yang bilang di dekat pasar ada yang positif empat orang, saya dikasih tahu jangan dulu ke pasar, saya sudah beberapa hari ini tidak ke pasar dulu, takut juga ya," ujarnya.

Disiplin protokol kesehatan
Padahal jika keluar rumah Susanti disiplin dengan protokol kesehatan, masker kain buatannya tidak pernah ketinggalan dikenakannya.

Ia pun berada di luar rumah tak lama-lama, hanya membeli hal-hal yang penting seperti obat untuk suami kerabatnya atau membeli makanan.

Baca juga: Pusat perbelanjaan Jakarta Utara lengang jelang PSBB total

Setelah pulang dari luar rumah, Susanti pun mengganti pakaiannya, lalu menjemurnya di tempat yang terkena sinar matahari.

Ia juga membeli sanitizer dan sabun cuci tangan untuk digunakannya sehari-hari.

Pernah suatu ketika, ketika menonton berita, Susanti tertawa saat ada warga yang terlibat adu mulut dengan petugas penegak aturan PSBB di Tanah Abang karena ditegur tidak memakai masker.

"Aneh, kok ditegur malah ngeyel, kalau udah pakai masker kan tidak bakalan ditegur," celetuknya.
Susanti (68) bersiap untuk keluar rumah pergi olahraga di Gang Kelinci, Pasar Baru, Jakarta Selatan, Senin (14/9/2020) (ANTARA/Laily Rahmawaty)


Lansia di rumah aja
Susanti pernah berbagi cerita, kalau tidak ada pandemi dirinya mungkin tidak akan di rumah saja, selain ke gereja, pergi mengunjungi kerabatnya yang ada di Sunter, atau di Jelambar, Jakarta Barat untuk mencicipi pempek buatan saudarinya juga dirindukannya.

Bahkan, setahun sekali Susanti kerap jalan-jalan ke luar negeri, Hongkong dan Singapura adalah negara yang kerap disambanginya.

Pada 2018, Susanti sempat berada di Singapura selama dua pekan. Di sana ada kerabat yang menyediakan tempat tinggal, sehingga dia hanya perlu mengeluarkan ongkos pesawat yang biayanya sama seperti pulang ke Bangka Belitung.

Baca juga: Mahfud sebut persoalan PSBB Jakarta bukan masalah tata negara

Meski sudah usia lanjut, ternyata Susanti juga senang pergi ke mal bersama teman-teman seusianya.

"Saya suka juga ke mal, senang juga minum kopi dan makan cake, kadang janjian sama teman-teman, kita ketemuan di mal, tapi kalau sekarang mana bisa lagi," ucapnya sambil tertawa kecil.

Sementara itu, Dokter spesialis paru Rumah Sakit Siloam TB Simatupang, Jakarta Selatan, dr Henie Widiowati, Sp.P menyarankan kelompok lansia diharapkan untuk tetap berada di rumah guna mencegah penularan COVID-19 mengingat termasuk lansia termasuk kelompok rentan.

"Masyarakat kelompok usia di atas 45 tahun lebih dianjurkan untuk tetap berada di rumah, karena termasuk kelompok berisiko," kata dr Henie Widiowati, Sp.P dalam diskusi kesehatan secara virtual beberapa waktu lalu.

dr Henie mengatakan, bahwa menghilangkan kebosanan dengan jalan-jalan ke mal bukanlah sikap yang bijaksana.

Ia menyarankan kelompok lansia untuk mengatasi kebosanan selama masa pandemi cukup di rumah saja. Jika ingin keluar rumah, keluarlah untuk urusan yang penting seperti membeli kebutuhan pokok (makanan) dan pengobatan.

"Untuk ke mal, tidak bijak untuk mengatasi kebosanan, cukup di rumah saja, kecuali hal penting misalnya ke pasar," kata Henie.

Henie menuturkan, pemerintah melalui Badan Penanggulangan Bencana Nasional (BNPB) telah menyosialisasikan tatanan hidup di masa pandemi COVID-19 yang bisa dipelajari oleh kelompok lansia.

Pesan utama dari sosialisasi adalah masyarakat tetap hidup sehat, menerapkan gaya hidup yang dijaga, tetap menjalankan kewaspadaan universal seperti memakai masker, cuci tangan pakai sabun dan menjaga jarak fisik.

"Yang terpenting kita tetap sehat melakukan gaya hidup menerapkan kewaspadaan universal," kata Henie.

PSBB lanjutan
Ketika PSBB dilonggarkan, Susanti berharap situasi kembali ke masa normal, bahkan berharap bisa beribadah di gereja lagi.

Harapan itu seketika sirna, ketika Pemerintah Provinsi DKI Jakarta kembali memberlakukan PSBB lanjutan.

"Kemarin kamu (ANTARA) protes saya kenapa enggak ke gereja, nah sekarang PSBB dikembalikan lagi ke awal, ya tidak bisa lagi ke gereja," kata Susanti.

Baca juga: Gerindra sebut aneh ada menteri kritik kebijakan PSBB total Anies
 
Kondisi lalu lintas di Jalan MH Thamrin menuju Jalan Jendral Sudirman di hari pertama PSBB pengetatan, Senin (14/9/2020). (ANTARA/Livia Kristianti)


Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan resmi "menarik rem darurat" yang mencabut kebijakan PSBB transisi dan mengembalikannya kepada kebijakan PSBB yang diperketat.

"Dengan melihat keadaan darurat ini di Jakarta, tidak ada pilihan lain selain keputusan untuk tarik rem darurat. Artinya kita terpaksa berlakukan PSBB seperti awal pandemi. Inilah rem darurat yang harus kita tarik," kata Anies dalam keterangan pers yang disampaikan di Balai Kota Jakarta, Rabu (9/9) malam.

Alasan Anies untuk mengambil keputusan tersebut bagi Jakarta, karena tiga indikator yaitu tingkat kematian, ketersediaan tempat tidur isolasi dan ICU khusus COVID-19 dan tingkat kasus positif di Jakarta.

PSBB mulai diberlakukan sejak Senin (14/9), Pemprov DKI Jakarta menggunakan Pergub DKI 88 tahun 2020 sebagai dasar hukum untuk penerapan hingga penindakan kepada warga yang melanggar PSBB.

Khusus untuk aturan kegiatan di tempat ibadah, Pemprov DKI Jakarta mengatur tetap dibuka dengan kapasitas 50 persen dan hanya untuk tempat ibadah di lingkungan permukiman yang digunakan oleh warga setempat.

Susanti tidak mempermasalahkan kebijakan itu, walau kerinduannya tak tersampaikan. Baginya beribadah di rumah sama halnya dengan beribadah di gereja. 

Dia bersyukur, masih diberi kesehatan di usianya yang kian menua, selama misa virtual selalu ditayangkan di stasiun televisi, dia akan selalu memanjatkan doa agar pandemi sirna. 

Baginya kesehatan yang utama, mencegah lebih baik dari pada mengobati, itu prinsipnya.

"Tidak apalah tidak ke gereja, usia saya sudah lajut, saya takut juga, mending di rumah aja yang penting tetap sehat, puji Tuhan," kata Susanti.
 

Editor: Edy Sujatmiko
Copyright © ANTARA 2020