Jakarta (ANTARA News) - Pelaku usaha di Indonesia akan mengalami ketatnya tingkat kompetisi bisnis di tahun 2010, khususnya sejak berlakunya Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN-China (ACFTA) sejak 1 Januari lalu.

Demikian pandangan Chief Strategy Consultant Arrbey Handito Joewono dalam acara "Grow or Die Business Strategy Workshop 2010" di Jakarta, Selasa.

"Pelaku usaha perlu lebih waspada menghadapi kehadiran para kompetitor baru di tahun 2010, khususnya dari China yang akan menambah beban kompetisi bagi pelaku usaha dalam negeri," katanya.

Membanjirnya produk-produk China tidak tertahankan dan akan mempengaruhi pasar serta menjadi tantangan berat bagi industri manufaktur Indonesia. Bisnis dalam negeri bisa terganggu karena tingkat kompetisinya berubah drastis dan bisa menjadi semakin panas.

"Kreatifitas menjadi tuntutan mutlak. Para pengusaha perlu introspeksi apa kekuatan dan kelemahan perusahaan termasuk produk dan sumber daya yang dimiliki," katanya.

Namun demikian, ia juga mengatakan bahwa tahun ini merupakan tahun dengan potensi pertumbuhan tinggi yang diibaratkan sebagai tahun yang terdapat awan pekat yang menggantung di langit sebagai pertanda kelimpahan rejeki namun juga sekaligus ancaman bahaya.

Prospek bisnis tahun 2010 dinilai sebagai momen para pengusaha untuk bangkit dan harus tumbuh dari tahun sebelumnya. Jika tidak, maka pilihannya adalah kemunduran atau matinya perusahaan.

Ia lantas mengutip proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia dari IMF tahun 2010 yang mencapai 2,5 persen atau jauh dari proyeksi tahun sebelumnya yang hanya sebesar minus 1,4 persen. Sedangkan proyeksi pemerintah lebih optimis yakni dengan pertumbuhan 5,5 persen ketimbang 2009 sebesar 4,3 persen.

Butuh Komitmen

Sementara itu, Wakil Ketua Umum Kadin bidang Perindustrian Riset dan Teknologi Rahmat Gobel mengatakan, tantangan kian nyata dihadapi industri manufaktur, walau sudah terasa sejak tahun lalu dengan munculnya krisis listrik selain dari implementasi ACFTA.

Melihat kondisi yang ada, kata Komisaris Utama PT Panasonic Gobel Indonesia itu, pemerintah perlu mempertajam orientasi kebijakan pembangunan industri agar leh searah dengan tantangan persaingan ke depan.

"Butuh komitmen bangsa untuk menyelamatkan industri. Tanpa daya saing, maka potensi pasar Indonesia yang kini menduduki peringkat 15 dunia, hanya akan dinikmati asing," katanya.

Sesungguhnya, kata Gobel, banyak produk nasional yang berdaya saing cukup bagus, bahkan mampu menembus pasar negara maju. Namun mereka sering kehilangan daya saing di pasar dalam negeri sendiri akibat iklim persaingan yang tidak sehat.

Perlu terobosan percepatan proses dan penerapan standar nasional Indonesia (SNI), termasuk konsistensi pengawasan barang beredar. Hal lainnya, kemudahan akses pembiayaan bagi industri, kebijakan insentif bagi industri yang mengembangkan riset dan teknologi.

Gobel pun menawarkan konsep technovasion yaitu upaya yang berkelanjutan dalam melakukan inovasi teknologi untuk meningkatkan kemampuan teknologi ke tingkat yang lebih tinggi.
(*)

Pewarta:
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2010