Jakarta (ANTARA) - Wakil Ketua Komisi III DPR RI Pangeran Khairul Saleh memaparkan alasan perlunya UU Kejaksaan RI untuk direvisi guna perbaikan ke depan.

Khairul dalam rapat kerja Baleg DPR RI di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin, mengatakan Undang-Undang Kejaksaan RI sebelumnya telah mengalami revisi pertama pada tahun 2004 dengan mengganti UU Nomor 5 Tahun 1991 tentang Kejaksaan RI.

Dalam perjalanan revisi UU Kejaksaan tahun 2004 itu, UU Kejaksaan beberapa kali mengalami pengujian dari masyarakat di Mahkamah Konstitusi.

"Beberapa keputusan Mahkamah Konstitusi tersebut mempengaruhi tugas Jaksa, seperti Keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 6-13-20/PUU-VIII/2010 tanggal 13 Oktober 2010 yang menarik kewenangan Jaksa untuk menarik barang cetakan dalam rangka pengawasan harus melalui pengujian di sidang pengadilan," katanya.

Baca juga: Baleg DPR RI sepakat bahas RUU Kejaksaan dalam panitia kerja
Baca juga: Komisi III Bertekad selesaikan 4 RUU
Baca juga: Penegak hukum sebaiknya tak di bawah presiden


Selanjutnya, kata politisi Partai Amanat Nasional itu, terdapat pula Keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 130/PUU-XIII/2015 tanggal 11 Januari 2017 tentang kewajiban Penyidik menyampaikan surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) kepada Jaksa Penuntut Umum dalam waktu 7 hari setelah dikeluarkannya Surat Perintah Penyidikan.

"Keputusan ini mencerminkan penegasan asas Dominus Litis yang hanya dimiliki oleh Jaksa," kata Khairul.

Kejaksaan juga diberikan peran untuk mengedepankan keadilan yang bersifat restoratif oleh Peraturan Perundang-Undangan. Hal itu membuat Kejaksaan RI harus menggeser paradigma penegakan hukum sebelumnya yang bersifat restributif.
​​​​​​​

Di dalam penegakan hukum, Jaksa juga diharapkan tidak hanya menggunakan pendekatan preventif represif, tetapi juga penyelesaian sengketa alternatif sebagaimana halnya Mediasi Penal, sebagai salah satu wujud diskresi penuntutan.
​​​​​​​
Selain itu, sebagai bagian komunitas global, Indonesia telah meratifikasi United Nations Against Transnational Organized Crime (UNTOC) dan United Nations Conventions Against Corruption (UNCAC).

Konsekuensi nya, kata Khairul, Indonesia harus menjalankan norma-norma yang disepakati dalam konvensi tersebut. Menurut Khairul, norma-norma baru hukum tersebut telah mempengaruhi kewenangan, tugas, dan fungsi Kejaksaan.

Sehingga, Komisi III DPR RI berpandangan bahwa UU Kejaksaan RI Nomor 16 Tahun 2004 perlu dilakukan perubahan atau revisi, katanya.

Pewarta: Abdu Faisal
Editor: M Arief Iskandar
Copyright © ANTARA 2020