Bandung (ANTARA News) - Pemprov Jawa Barat akan mengkaji aturann berupa Perda atau Pergub yang menyebabkan biaya produksi menjadi tinggi sehingga mengurangi daya saing produk.

"Akan dikaji dulu aturan-aturan yang potensial membengkakkan biaya produksi, kalau memang menjadi penghalang akan dicabut. Hal ini perlu dalam rangka kesiapan menghadapi perdagangan bebas ASEAN - China (ACFTA)," kata Gubernur Jabar, H Ahmad Heryawan di Bandung, Selasa.

Guna menghadapi dampak perjanjian perdagangan bebas ASEAN - China yang membebaskan biaya masuk produksi ASEAN dan China tersebut, Gubernur Jabar menggelar rapat lembaga kerjasama (LKS) tripartit Jabar di Kantor Disnakertrans Jabar.

Gubernur menyebutkan, masalahnya saat ini perlu adanya pemotongan biaya produksi agar bisa menekan harga produk di pasaran sehingga bisa bersaing dengan produk-produk China yang diperkirakan akan membanjiri pasaran lokal pada bulan ketiga 2010 ini.

"Regulasi itu akan dikaji dulu, kalau perlu dicabut. Namun bila diperlukan untuk memproteksi produksi lokal kita pertahankan dan direvisi agar lebih mendukung produksi lokal," kata Heryawan.

Pada kesempatan itu, Gubernur Jabar akan mengajak para pengusaha untuk membahas dan mengkaji hal-hal yang menyebabkan produksi biaya tinggi.

"Pengusaha kan paling tahu di lapangan. Semua permasalahan akan diinventarisir dan dipecahkan bersama. Kalau menyulitkan produksi regulasi itu akan dicabut," kata Heryawan.

Orang nomor satu di Jawa Barat itu menyebutkan, dari sisi kualitas produk industri UKM Jawa Barat tidak ada masalah, namun yang menjadi persoalan harga produk lokal lebih mahal dibandingkan produk China.

Namun demikian, langkah mengkaji regulasi yang menyebakan produksi biaya tinggi tersebut juga harus dilakukan oleh pemerintah pusat sehingga terjadi sinergitas antara pemerintah pusat, daerah dan pengusaha dalam memproteksi industri dalam negeri.

"Pemprov Jabar akan mengirim surat rekomendari untuk menguatkan penundaan pemberkaluan ACFTA untuk beberapa produk tertentu yang dipandang belum siap. Meski kita semua tahu pemerintah juga sudah berupaya melakukan renegosiasi," kata Gubernur Jabar.

Sementara itu Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Jawa Barat, Deddy Wijaya menyebutkan, ACFTA sangat mengancam industri kecil dan menengah di Jabar. Terutama bagi mereka yang bergerak di sektor produksi tekstil dan produk tekstil, elektronik, alas kaki dan produk dari bahan baku baja.

Bahkan Deddy memperkirakan sekitar 30 ribu hingga 40 ribu pekerja di Jabar terancam PHK akibat pabrik tempat mereka bekerja berhenti beroperasi karena gulung tikar.

"Pemerintah pusat dan daerah perlu lebih proaktif dalam merenegosiasi perjanjian itu. Mungkin untuk dua tahun sehingga ada kesiapan dari produk tertentu untuk masuk pasar bebas. Belum lagi dalam beberapa tahun ke depan juga harus menghadapi Jepang dan Korea," kata Deddy.

Ia mengakui terlalu banyak aturan yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten/ kota terhadap sektor industri sehingga mengakibatkan inefesiensi biaya produksi.

"Dampak ACFTA saat ini belum terasa, tapi dua atau tiga bulan ke depan akan terasa oleh sektor usaha lokal," kata Ketua APINDO Jabar itu menambahkan.(*)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010