Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah menegaskan bahwa beras dan gula tidak masuk dalam komoditas yang diikutkan dalam China-ASEAN Free Trade Agreement (CAFTA) atau Perjanjian Perdagangan Bebas China-ASEAN.

Wakil Menteri Pertanian Bayu Krisnamurthi di Jakarta, Senin mengatakan, beras dan gula merupakan komoditas pangan yang strategis bagi suatu negara sehingga masuk kategori Special Product (SP) yang dibolehkan oleh Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).

"Oleh karena itu, pemerintah akan melakukan kebijakan yang melindungi komoditas tersebut," katanya.

Menyinggung komoditas pertanian lainnya, Bayu menyatakan, untuk produk perkebunan tidak perlu dikuatirkan karena selama ini Indonesia masih lebih unggul dibandingkan China.

Produk-produk perkebunan Indonesia, tambahnya, bahkan berhasil masuk ke negara tersebut seperti produk minyak sawit mentah (CPO), kopi, teh, karet, bahkan produk olahan seperti ban dan kram rubber.

Bahkan, lanjutnya, neraca perdagangan Indonesia-China di sektor perkebunan selama empat tahun terakhir menunjukkan pertumbuhan yang positif yakni naik dari 800 juta dolar AS menjadi 2,4 miliar dolar AS.

"Oleh karena itu sebenarnya CAFTA tak perlu dikuatirkan bahkan bisa menjadi peluang produk kita masuk ke China," katanya.

Namun demikian, dia mengakui, untuk produk hortikultura nasional masih harus ditingkatkan daya saingnya.

Sementara itu, untuk melakukan perlindungan terhadap masuknya produk serupa dari negara lain, pemerintah akan menerapkan kebijakan non tarif barrier yakni dengan instrumen Sanitary and Phytosanitary (SPS), keamanan pangan, kehalalan dan biodiversitas.

Menurut Menteri Pertanian Suswono untuk menghadapi CAFTA maka peningkatan ekspor bisa dikhususkan pada produk-produk eksotis atau yang hanya ada di Indonesia dan tidak ada di negara lain.

"Termasuk produk perkebunan yang menjadi unggulan ekspor seperti CPO, kakao, karet, ini didorong agar mereka bisa membeli optimal," katanya. Dia mengemukakan, untuk produk buah-buahan seperti jeruk perlu a peningkatan daya saing di dalam negeri.

"Tantangan terhadap barang sejenis ini yang harus dievaluasi apakah mungkin atau tidak kita tingkatkan dnilai tambah atau daya saing," katanya.

Kalau tidak mungkin ditingkatkan daya saingnya, tambahnya, lebih baik tak terjun produk sejanis tersebut namun lebih baik dialihkan ke komoditas yang lain.(*)

Pewarta:
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2010