Jakarta (ANTARA) - Pengamat ekonomi-politik Center for Strategic and International Studies (CSIS) Yose Rizal Damuri menilai keberadaan Omnibus Law Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja (Ciptaker) akan memperluas lapangan kerja baru bagi masyarakat.

Kebijakan ketenagakerjaan selama ini dinilai terlalu rekstriktif sehingga keberadaan RUU Ciptaker akan mengurai aturan yang selama ini membatasi pembukaan lapangan pekerjaan.

"Harusnya kan ini melindungi tenaga kerja tetapi malah kebalikannya, ini mungkin melindungi tenaga kerja yang sudah bekerja, tapi dia membuat dunia usaha tidak mau atau menjadi sungkan untuk merekrut tenaga kerja baru," kata Yose kepada wartawan di Jakarta, Rabu.

Baca juga: DPR-serikat pekerja bentuk Tim Perumus temukan solusi RUU Cipta Kerja

Yose mengatakan sektor padat karya terus mengalami penurunan perannya di dalam perekonomian Indonesia.

Sebelum krisis 1998, setiap tahun sektor manufaktur menghasilkan lapangan pekerjaan lebih dari 250 ribu pekerjaan, sementara sejak 2000 sampai 2012, sektor manufaktur hanya bisa menghasilkan lapangan pekerjaan di bawah 50 ribu per tahun.

Setelah 2012, sektor manufaktur bisa menghasilkan hingga 150 ribu per tahun.

"Ini artinya perekonomian kita tumbuh dengan pesat tetapi kurang menghasilkan lapangan pekerjaan," ujarnya.

Baca juga: Akademisi sebut RUU Cipta Kerja dapat mengakomodasi perkembangan zaman

Yose menyebut tujuan dari pembuatan RUU Ciptaker adalah untuk memperbaiki iklim usaha dan iklim investasi di Indonesia karena akumulasi modal atau investasi masih di bawah negara lain di Asia Tenggara.

"Kemudian, kita juga melihat bahwa produktivitas di Indonesia ini ini cenderung rendah ya. Kenapa rendah? Karena 'cost of doing business' itu tinggi, biaya untuk menjalani usaha itu tinggi," kata Yose.

"Ini macam-macam sumbernya. Makanya kemudian sumbernya dari 'cost of doing business' itu diperbaiki oleh RUU Cipta Kerja ini," ujarnya, menambahkan.

Selain memperluas lapangan kerja, kata Yose, RUU Ciptaker juga memperbaiki permasalahan regulasi yang tumpang tindih, perizinan investasi, peraturan di tingkatan daerah yang tidak baik untuk investasi.

Baca juga: Direktur SMRC sebut penolak RUU Cipta Kerja belum paham omnibus law

Pewarta: Zuhdiar Laeis
Editor: Joko Susilo
Copyright © ANTARA 2020