Dari sisi pendapatan negara, tekanannya akan lebih kepada memberikan insentif untuk pemulihan ekonomi sehingga target growth penerimaan negara dari perpajakan dibuat tidak terlalu tinggi.
Jakarta (ANTARA) - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebutkan  kondisi yang masih tidak pasti akibat COVID-19 menjadi landasan pemerintah dalam menetapkan defisit sebesar 5,5 persen dalam RAPBN 2021.

“Defisit 5,5 persen ditetapkan karena kita melihat COVID-19 memberikan ketidakpastian yang akan berlangsung sampai tahun depan,” katanya dalam konferensi pers RUU APBN 2021 dan Nota Keuangan di Jakarta, Jumat.

Baca juga: Menteri PPN: Defisit 5,5 persen RAPBN 2021 tekan laju kemiskinan

Sri Mulyani menyatakan defisit 5,5 persen ditetapkan karena pada tahun depan masih dibutuhkan upaya-upaya ekspansi fiskal untuk pemulihan ekonomi dan penanganan kesehatan.

“Dari sisi pendapatan negara, tekanannya akan lebih kepada memberikan insentif untuk pemulihan ekonomi sehingga target growth penerimaan negara dari perpajakan dibuat tidak terlalu tinggi,” katanya.

Sri Mulyani mengatakan pendapatan negara yang direncanakan dalam RAPBN 2021 adalah sebesar Rp1.776,4 triliun atau naik 4,5 persen dari target penerimaan tahun ini yaitu Rp1.699,9 triliun.

Baca juga: Soal defisit anggaran 5,5 persen, pengamat sebut kurang besar

Pendapatan negara pada 2021 ditargetkan naik seiring dengan penerimaan perpajakan yang juga ditargetkan lebih tinggi 5,5 persen menjadi Rp1.481,9 triliun dari tahun ini Rp1.404,5 triliun.

“Pertumbuhan penerimaan negara tidak dibuat terlalu tinggi karena kita akan lebih memberikan penekanan kepada insentif dan mendorong pemulihan,” ujarnya.

Kemudian untuk Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) adalah Rp283,5 triliun atau melambat 0,2 persen dari target tahun ini yang sebesar Rp294,1 triliun dan hibah sebesar Rp0,9 triliun.

Baca juga: Presiden Jokowi: Defisit anggaran 2021 ditargetkan 5,5 persen PDB

Sementara itu untuk belanja negara tahun depan akan tetap mendukung program-program seperti bansos dalam rangka mengakselerasi pemulihan terutama untuk daya beli masyarakat yang paling rendah.

Tak hanya itu, Sri Mulyani menuturkan belanja negara juga akan difokuskan untuk pemberian akses bagi UMKM dan koperasi melalui subsidi bunga KUR serta dukungan untuk sektor terdampak seperti pangan dan pariwisata.

Belanja negara pada 2021 diperkirakan mencapai Rp2.747,5 triliun atau tumbuh 0,3 persen dibanding target belanja 2020 yaitu Rp2.739.2 triliun.

Baca juga: Presiden: Defisit anggaran 5,5 persen akan dikelola secara hati-hati

Perkiraan peningkatan belanja tersebut berasal dari belanja K/L yang naik hingga 23,1 persen dari tahun ini yaitu dari Rp836,4 triliun menjadi Rp1.029,9 triliun.

Belanja non K/L diperkirakan turun 19,1 persen atau Rp921,4 triliun dari Rp1.138,9 triliun pada 2020 karena beberapa pos akan dialihkan menjadi belanja K/L terutama untuk penanganan COVID-19 dan belanja-belanja prioritas.

Kemudian untuk Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) adalah Rp796,3 triliun atau meningkat 4,2 persen dari tahun ini yang sebesar Rp763,9 triliun.

“Sehingga defisit mencapai 5,5 persen atau Rp971,2 triliun. Ini menurun dari 2020 yang diperkirakan mencapai Rp1.039,2 triliun atau 6,5 persen,” ujarnya.

Pewarta: Astrid Faidlatul Habibah
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2020