Jakarta (ANTARA) - Pusat Kajian Jaminan Sosial Universitas Indonesia (PKJS-UI) melalui hasil penelitian yang mereka lakukan membuktikan bahwa perokok konvensional (tembakau) sekaligus elektronik cenderung mengalami beban kesehatan, produktivitas dan utilisasi kesehatan lebih tinggi dibandingkan perokok tunggal salah satu jenis rokok tersebut.

"Studi ini menunjukkan bahwa rokok elektronik yang dianggap sebagai alat untuk berhenti dari rokok konvensional, justru menjadi barang yang digunakan untuk melengkapi rokok konvensional, sehingga muncul pengguna ganda atau dual user," kata Ketua Peneliti Faizal Rahmanto Moeis melalui keterangan pers yang diterima ANTARA di Jakarta, Jumat.

Ia mengatakan pengguna ganda rokok konvensional dan elektrik memiliki probabilitas mengidap penyakit dan komplikasi lebih tinggi, produktivitas lebih rendah dan pengeluaran kesehatan lebih tinggi dibandingkan single user atau pengguna tunggal rokok konvensional atau rokok elektrik saja.

Baca juga: UI apresiasi upaya pengendalian rokok lewat rencana revisi PP 109/12

Penelitian tersebut menunjukkan bahwa pengguna ganda akan mengalami beban dua kali lipat lebih tinggi yang akan berdampak terhadap kesehatan, produktivitas dan utilisasi kesehatan perokok.

Selain itu, masing-masing jenis rokok juga tetap memiliki risiko terhadap kesehatan baik pengguna tunggal rokok elektronik maupun konvensional, sehingga harus ada pengendalian konsumsi terhadap kedua jenis rokok tersebut.

Pada awalnya, kata dia, rokok elektronik diperkenalkan sebagai alat untuk berhenti merokok dari rokok konvensional. Namun, rokok elektronik justru menjadi barang yang digunakan untuk melengkapi rokok konvensional sehingga muncul pengguna ganda.

Menurut Susenas 2017 dan 2019 dan Riskesdas 2018, lebih dari 95 persen pengguna rokok elektronik merupakan pengguna ganda rokok tembakau sekaligus rokok elektronik. Hal itu juga diperparah oleh fakta bahwa penggunaan rokok elektronik dijadikan sebagai gaya hidup menurut Jackson et al. pada 2020.

Baca juga: PKJS UI: Bantuan sosial tunai dorong konsumsi rokok

Baca juga: PKJS UI: Indikator sosial ekonomi penerima bansos perokok lebih rendah


Rokok konvensional, kata Faizal, telah dikenal menimbulkan masalah terhadap kesehatan dan produktivitas serta dampak antargenerasi, seperti stunting dan kemiskinan.

Oleh karena itu, studi yang dilakukan PJKS-UI bertujuan untuk membuktikan secara empiris dampak rokok konvensional dan rokok elektronik terhadap pengguna ganda menurut gejala penyakit, produktivitas dan utilisasi kesehatan.

Studi yang dilakukan PKJS-UI dengan menggunakan data Riskesdas 2018 dan Susenas 2019 itu menemukan beberapa hal penting pada pengguna ganda dibandingkan dengan pengguna tunggal, antara lain pengguna ganda memiliki probabilitas untuk mengidap penyakit asma, hipertensi, stroke, gagal ginjal, dan rematik lebih tinggi dibandingkan pengguna tunggal.

Pada penduduk usia di atas 40 tahun, pengguna ganda rokok konvensional sekaligus elektronik juga memiliki probabilitas untuk mengidap penyakit diabetes, jantung dan kanker lebih tinggi dibandingkan pengguna tunggal.

Pengguna ganda juga memiliki probabilitas mengalami gigi rusak, penyakit gusi, dan sariawan lebih tinggi dibandingkan pengguna tunggal, selain itu juga memiliki asosiasi positif dengan jumlah komplikasi penyakit yang dimiliki dibandingkan pengguna tunggal.

Baca juga: PKJS-UI berharap Kabinet Indonesia Maju lindungi generasi dari rokok

Selain itu, pengguna ganda juga memiliki jam kerja yang lebih rendah dan utilisasi kesehatan yang lebih tinggi dibanding pengguna tunggal.

Pengguna ganda memiliki jam kerja 0,69 jam/minggu lebih rendah dibanding pengguna tunggal. Kemudian, pengguna ganda juga memiliki pengeluaran kesehatan per kapita per bulan Rp296 lebih tinggi dibandingkan pada pengguna tunggal.

Pewarta: Katriana
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2020