Semua pihak hendaknya mengevaluasi serta memperbaiki pengelolaan penanganan kekerasan seksual secara strategis dan komprehensif sesuai arahan Presiden
Jakarta (ANTARA) - Kasus kekerasan seksual menjadi perhatian serius pemerintah, kata Deputi II Kepala Staf Kepresidenan Abetnego Tarigan.

Hal itu disampaikan Abetnego terkait dengan terus meningkatnya angka kasus kekerasan seksual anak serta adanya kasus kekerasan seksual anak di Lampung.

"Persoalan ini mendapat perhatian serius pemerintah sehingga Rabu (8/7)  kemarin, KSP membahasnya dalam Rapat Koordinasi Penanganan Kasus Dugaan Kejahatan Seksual Terhadap Anak di Lingkungan P2TP2A Lampung," katanya dalam siaran pers di Jakarta, Kamis.

Dia mengatakan berdasarkan data Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), pada 2016 jumlah korban yang mengajukan permohonan perlindungan 35 orang. Jumlah itu meningkat menjadi 70 orang pada 2017 dan 231 orang pada  2019.

Yang terbaru adalah kasus dugaan kekerasan seksual terhadap anak yang terjadi di Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) di Kabupaten Lampung Timur.

Dia menyampaikan pada rapat terbatas beberapa waktu lalu, Presiden juga telah memberi arahan agar kementerian dan lembaga memperbaiki sistem pelaporan dan layanan pengaduan kekerasan supaya cepat, terintegrasi, dan komprehensif.

Terkait dengan kasus kekerasan seksual anak di Lampung, Abetnego mengatakan KSP akan terus melakukan komunikasi dengan Polda Lampung, Kemendagri, Kemensos, dan KPPPA terkait dengan perkembangan penanganan kasus tersebut.

"Kasus ini sangat-sangat memprihatinkan dan menjadi 'concern' bersama. Semua pihak hendaknya mengevaluasi serta memperbaiki pengelolaan penanganan kekerasan seksual secara strategis dan komprehensif sesuai arahan Presiden,” kata dia.

Baca juga: KPAI: Pelaku pencabulan anak harus dihukum setimpal

Dalam Rapat Koordinasi Penanganan Kasus Dugaan Kejahatan Seksual Terhadap Anak di Lingkungan P2TP2A Lampung, Wakapolda Lampung Brigjen Pol Sudarsono mengatakan pihaknya berhati-hati dan serius dalam melakukan penyidikan kasus kekerasan seksual itu.

Korban mendapatkan pendampingan dari Polda Lampung dan psikolog selama proses pemeriksaan.

“Polda Lampung terus melakukan koordinasi dengan instansi terkait. Kami berupaya upaya untuk mengungkapkan kasus ini sehingga bisa tuntas,” katanya.

Direktur Rehabilitasi Sosial Anak Kementerian Sosial Kanya Eka Santi mencermati standar dari Rumah Aman yang ada selama ini.

Menurut dia, perlu ada standar operasional prosedur yang harus dipatuhi bersama, seperti kode etik, harus selalu ada psikolog untuk pendampingan, adanya pengawasan dan pemantauan yang ekstra.

“Kasus yang terjadi di Lampung Timur memberikan sinyal bagi kita semua mengenai sistem pelayanan perlindungan anak. Tidak mudah untuk mengembangkan Rumah Aman, harus lebih dari membangun gedung," katanya.

Tenaga Ahli Utama KSP Ruhaini berpendapat perlunya mengubah pola berpikir dalam konteks pelayanan publik, untuk tidak hanya sebagai penyedia layanan, namun sebagai penanggung jawab hak warga negara.

“'Right-based protection' ini adalah penghormatan kepada 'human dignity' atau harkat manusia yang harus dikedepankan dalam pelayanan publik,” katanya.

Baca juga: Polda Lampung selidiki dugaan pemerkosaan oleh Kepala UPT P2TP2A
Baca juga: KPAI dorong peran semua pihak cegah kekeraaan seksual anak di sekolah
Baca juga: Menteri PPPA minta pelaku perkosaan di P2TP2A dipecat dan ditindak

Pewarta: Rangga Pandu Asmara Jingga
Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2020