Sedangkan sisanya masih mengalami musim hujan
Jakarta (ANTARA) - Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mencatat hingga 20 Juni sebanyak 51,2 persen wilayah Indonesia telah mengalami musim kemarau.

"Sedangkan sisanya masih mengalami musim hujan," kata Deputi bidang Klimatologi BMKG Herizal dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Jumat.

Dia merinci wilayah yang telah memasuki musim kemarau meliputi pesisir timur Aceh, bagian barat Sumatera Utara, pantai timur Riau, Jambi, pesisir utara Banten, Jawa Barat bagian utara, Jawa Tengah bagian utara dan timur.

Baca juga: BMKG prakirakan curah hujan di Yogyakarta turun signifikan pada Juli

Serta di sebagian besar Jawa Timur, sebagian Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Barat bagian selatan, pesisir selatan Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara bagian utara, Pulau Buru dan Papua Barat bagian timur.

Musim kemarau ditandai oleh berkurangnya hari hujan dan rendahnya jumlah curah hujan yang terukur di permukaan.

Sebagian besar wilayah di Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, Bali dan Jawa Timur telah mengalami hari tanpa hujan berturut-turut berkisar antara 20-60 hari.

Baca juga: Jawa Tengah bagian selatan segera memasuki musim kemarau

Sedangkan Sebagian besar wilayah di Jawa Tengah dan Jawa Barat bagian Utara telah mengalami hari tanpa hujan berturut-turut berkisar antara 10-30 hari.

Umumnya curah hujan di sebagian besar wilayah Indonesia pada pertengahan Juni 2020 berada pada kriteria rendah atau 0-50 mm/dasarian.

Curah hujan kriteria menengah atau 50-150 mm/dasarian terjadi di Aceh bagian selatan, Riau, Lampung bagian selatan, Jawa Tengah bagian barat, Kalimantan Barat bagian barat laut dan Maluku Utara.

Baca juga: BMKG: Baru 70 persen wilayah Jateng masuki kemarau

Sedangkan curah hujan kategori tinggi yaitu lebih dari 150 mm/dasarian terjadi di Sulawesi Tengah bagian selatan, Sulawesi Tenggara bagian utara, Pulau Seram bagian barat, Papua Barat bagian barat dan Papua bagian tengah khususnya di sekitar Timika.

Hasil monitoring indikator anomali iklim Samudera Pasifik yaitu suhu muka laut wilayah indikator ENSO sampai dengan pertengahan Juni dalam kondisi Netral, dimana fluktuasi suhu muka laut tidak menyimpang lebih dari 0,5 derajat Celcius dari rata-rata normal klimatologisnya.

Sebagian besar Lembaga Meteorologi dunia memprediksi anomali suhu muka laut sampai akhir tahun berkisar antara Netral dan La Nina Lemah.

Sementara itu, monitoring anomali iklim Samudera Hindia menunjukkan beda suhu muka laut Perairan timur Afrika dan sebelah barat Sumatera sebagai indikator Dipole Mode Samudera Hindia (IOD) bernilai positif (IOD+) pada pertengahan Juni. Kondisi IOD+ diprediksi akan kembali Netral pada Juli hingga November 2020.

Baca juga: BMKG Palembang koordinasi dengan Polda Sumsel antisipasi karhutla

Monitoring terhadap kondisi suhu muka laut perairan Indonesia menunjukkan kondisi normal dengan kisaran anomali suhu muka laut antara minus 0,5 sampai dengan plus 2 derajat Celcius. Suhu muka laut yang hangat (anomali positif) terjadi di perairan timur Sumatera, perairan selatan Jawa, Laut Banda dan perairan utara Papua.

Dari berbagai kondisi tersebut diperkirakan akan menjadikan musim kemarau di sebagian wilayah Indonesia cenderung basah, namun perlu tetap diwaspadai adanya potensi kekeringan di 30 persen wilayah Zona Musim (ZOM), yaitu di Aceh bagian utara, tengah dan selatan, Sumatera Utara bagian selatan, Riau bagian utara, Lampung bagian utara dan timur, Banten bagian selatan

Juga di sebagian Jawa Barat, Jawa Tengah bagian tengah dan utara, DIY bagian timur, sebagian Jawa Timur, Bali bagian selatan dan timur, sebagian Nusa Tenggara Barat, sebagian kecil Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Timur bagian timur dan selatan, sebagian Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat bagian selatan, Sulawesi Tenggara bagian selatan, dan Maluku bagian barat dan selatan.

Baca juga: BMKG: Awal musim kemarau di Jateng selatan mundur
 

Pewarta: Desi Purnamawati
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2020