Jakarta (ANTARA) - "Beautiful Boy" (2018) merupakan salah satu film yang terasa begitu nyata untuk menggambarkan kecanduan atau adiksi terhadap obat-obatan terlarang.

Diangkat dari memoar berjudul "Beautiful Boy: A Father's Journey Through His Son's Addiction" karangan David Sheff, seorang jurnalis dan ayah dari Nic Sheff yang ternyata telah terjerumus di dunia narkoba sejak usia yang begitu muda.

Melalui buku dan film ini, diceritakan bagaimana perjuangan David untuk membantu anaknya lepas dari adiksi itu, pun dengan jatuh-bangunnya Nic -- sang anak -- untuk membebaskan dirinya dari belenggu obat-obatan terlarang yang perlahan menggerogoti tubuh dan jiwanya.

Nic (Timothee Chalamet) mulanya menjalani kehidupan yang terbilang cukup normal. Ia dikisahkan sebagai seorang anak berprestasi, berbakat dalam berbagai bidang, serta memiliki pergaulan luas.

Namun, di balik segala gemerlap dan sorotan yang ia dapatkan dan miliki, Nic rupanya memiliki masalah dengan obat-obatan terlarang, yakni heroin dan methamphetamine, yang mengacaukan hidupnya perlahan-lahan.

Baca juga: Hari Anti Narkotika, berikut lima film seru bertema narkoba

Baca juga: "The Informer", kisah agen ganda mengungkap jaringan narkoba
Cuplikan "Beautiful Boy" (2018). (IMDB/Amazon)


Dikisahkan melalui dua perspektif, membuat film ini terasa begitu nyata dan "menyakitkan" untuk ditonton. Nic, tentu saja, merasakan kecanduan meth. Namun, sang ayah pun juga "kecanduan" untuk berusaha menyelamatkannya.

Dinamika ayah-anak yang diperankan dengan apik oleh Steve Carell dan Chalamet merupakan kolaborasi yang menguras emosi. Berkat penampilan mereka yang menakjubkan dan "menyakitkan", membuat film ini begitu menonjol.

Berbeda film ini dengan kebanyakan film lainnya bertema sama, adalah bahwa ia menceritakan kecanduan tidak selalu merupakan reaksi terhadap trauma kehidupan nyata.

Nic menjelaskan bahwa dia hanya menyukai bagaimana obat-obatan terlarang ini karena membuatnya merasa nyaman dan mampu membuatnya lari dari kenyataan untuk sementara.

Meski begitu, film ini tak henti-hentinya menunjukkan kemerosotan fisik dan moral Nic. Keterlibatannya dengan pecandu lain, Lauren (Kaitlyn Dever), hampir membuat mereka berdua saling menghancurkan.
 
Cuplikan "Beautiful Boy" (2018). (IMDB/Amazon)


Namun semua upaya Nic di rehabilitasi, menghadiri kuliah, menghubungkan kembali sebagai manusia yang peduli dengan orang-orang yang pernah ia sebut sebagai keluarga, membuatnya perlahan menemukan dunia dan cahayanya yang sempat hilang.

Melalui tangan dingin sutradara Felix van Groeningen, "Beautiful Boy" menjadi salah satu film dengan tema adiksi narkoba yang sulit untuk dilupakan karena terasa begitu dekat dengan dunia di sekitar kita.

Kolaborasi akting dari lakon-lakon utamanya, ditambah dengan musik score yang pas, rasanya semakin melengkapi jalan cerita, emosi, dan pesan yang ingin disampaikan sang sutradara.

Baca juga: Mantan pecandu narkoba sutradarai film antinarkoba

Baca juga: Andy Lau Perankan Kehidupan Nyata Gembong Narkoba Dalam "Protege"


Pandangan ahli

Berawal dari dorongan diri sendiri untuk mencoba, lambat laun membuat Nic semakin jauh dengan sang ayah, didorong dengan sejumlah masalah yang menimpanya. Nic berusaha lari dari masalah tersebut dengan penggunaan obat-obatan ini.

Film ini secara cerdik mampu menggambarkan bahwa dorongan untuk mencoba juga berasal dari diri sendiri, yakni keadaan dan faktor psikologis seseorang yang dituntut untuk selalu sempurna.

Menurut psikiater RSCM Jakarta, dr Gina Anindyajati saat dihubungi beberapa waktu lalu, semua orang punya kemungkinan untuk mencoba NAPZA (Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif​​​) terkait waktu dengan hidupnya.

Penggunaan obat-obatan pun memiliki dampak yang berbeda-beda. Dalam kasus Nic yang kecanduan heroin dan methamphetamine, memiliki efek yang bersifat stimulan yang mampu meningkatkan semangat. Namun, juga akan semakin mudah gelisah.

Penggunaan obat-obatan terlarang secara terus-menerus, Gina melanjutkan, dapat mengantarkan si pengguna kepada resiko ketergantungan atau adiksi, yang menyebabkan gangguan sistem mekanisme penghargaan (reward mechanism system) di dalam otak.

"Adiksi merupakan brain disease, penyakit yang terjadinya di otak dan menyebabkan adanya gangguan dalam sistem mekanisme reward-nya," jelas dia.

Baca juga: Ini yang membuat pecandu "rindu" narkoba

Baca juga: Psikolog : Kecanduan "Game Online" disebut Narkoba lewat mata

 
Cuplikan "Beautiful Boy" (2018). (IMDB/Amazon)


Sistem mekanisme penghargaan di dalam otak menghasilkan dorongan-dorongan bagi manusia untuk terus melakukan hal-hal yang membuat hati merasa senang. Misalnya dengan makan atau belanja bisa membuat seseorang merasa senang, otak akan mengaktifkan sistem tersebut sebagai "pelarian" agar kita bisa merasa senang dan lebih baik.

Dalam film ini pun, Nic diceritakan mengikuti sebuah rehabilitasi sebagai upaya untuk melepaskan diri dari adiksi. Perjuangan Nic tidak mudah, ditambah dengan keraguannya untuk mengenali diri sendiri dan memecahkan masalah.

"Beautiful Boy" juga secara jelas menunjukkan bahwa seseorang dapat pulih dengan dukungan dari orang-orang terdekatnya. Dengan dilibatkan untuk berkontribusi dalam sesuatu hal positif, tentu akan mendorong orang dengan adiksi melakukan hal yang positif pula.

Menurut dr Gina, hal ini perlu dilakukan agar ia merasa diberikan kesempatan untuk dilibatkan di kehidupan bermasyarakat. Jika tidak ada dukungan tersebut, orang-orang seperti Nic tentu akan merasa memiliki sedikit pilihan untuk berubah menjadi lebih baik.

Pada Hari Anti Narkoba Internasional ini, agaknya "Beautiful Boy" dapat menjadi salah satu film pilihan untuk melihat adiksi melalui banyak sisi.

Film yang turut diproduseri oleh Brad Pitt ini dapat disaksikan eksklusif di Amazon Prime Video.

Baca juga: China temukan metode hentikan kecanduan narkoba

Baca juga: Efek paparan game sejak balita serupa dengan kecanduan narkoba

Baca juga: Kecanduan rokok itu gangguan jiwa

 

Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2020