Jakarta (ANTARA) - Sekretaris Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia Asrorun Ni'am Sholeh mengatakan MUI telah mengeluarkan fatwa Nomor 18 Tahun 2020 tentang pengurusan jenazah pasien COVID-19 yang pada intinya prosesi harus tetap memenuhi hak-hak jenazah, namun juga mengutamakan kepentingan orang yang masih hidup.

"Kewajiban kita ikhtiar untuk mencegah, berobat ketika sakit, dan memastikan seluruh aktivitas pengelolaan jenazah sesuai ketentuan syariah dan tetap menjaga diri dari bahaya," kata Ni'am dalam telekonferensi yang disiarkan melalui kanal YouTube BNPB di Jakarta, Kamis.

Dia menyebutkan ketika terjadi benturan antara pemenuhan hak-hak jenazah sesuai syariah dengan menjaga diri dari potensi penularan COVID-19, maka yang harus diutamakan adalah kepentingan orang yang masih hidup. Namun, hingga saat ini Ni'am menilai kedua hal tersebut masih bisa seimbang dijalankan yaitu memenuhi hak jenazah di samping juga menjalani protokol kesehatan pencegahan penularan COVID-19.

Pada fatwa MUI Nomor 18 Tahun 2020 yang sudah diterbitkan pada akhir Maret 2020 tersebut menjelaskan bahwa hak syariah jenazah yaitu dimandikan, dikafankan, dishalatkan dan dimakamkan.

Baca juga: Pesantren Tebuireng Jombang minta pemulasaraan jenazah sesuai agama

Baca juga: Polda Malut siapkan dua peleton Tim Pemulasaraan Jenazah COVID-19


Fatwa itu memberikan kelonggaran pelaksanaan dalam pemenuhan hak-hak jenazah yang disesuaikan dengan kondisi pandemi COVID-19. Untuk dimandikan, jenazah harus dimandikan oleh orang dengan jenis kelamin yang sama. Pemandian jenazah juga boleh dilakukan tanpa melepas pakaian.

Untuk pengkafanan, pada umumnya dan keadaan normal boleh dikafani dengan satu lembar kain. Namun, pada kondisi pandemi COVID-19 diperbolehkan ditambahkan dengan plastik dan peti mati sebagai upaya agar tidak jadi penularan.

Jenazah pasien COVID-19 wajib disholatkan sebelum dimakamkan, namun pelaksanaan shalat jenazah juga bisa dilakukan secara fleksibel dengan menerapkan protokol kesehatan pencegahan penularan virus.

Jenazah bisa dishalatkan di mana saja baik di rumah sakit, mushala, ataupun di pemakaman sebelum dimakamkan. Shalat jenazah boleh dilakukan oleh umat Muslim siapa saja, misalnya untuk tenaga kesehatan.

"Yang pasti semuanya harus memenuhi ketentuan syariah, pada saat yang sama juga tetap melakukan protokol kesehatan untuk mencegah potensi penularan bagi diri sendiri maupun orang lain," kata Ni'am.*

Baca juga: Wapres Ma'ruf sayangkan masih ada penolakan jenazah korban COVID-19

Baca juga: MUI: Pemulasaraan jenazah di daerah rawan COVID-19 agar pakai APD

Pewarta: Aditya Ramadhan
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2020