Jakarta (ANTARA) - Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengatakan pertumbuhan awan Cumulonimbus (Cb) yang diamati dari citra satelit di sepanjang Pulau Jawa merupakan fenomena cuaca yang biasa terjadi pada musim hujan dan musim peralihan.

"Kondisi ini terjadi akibat interaksi antara kondisi atmosfer yang labil, ketersediaan uap air di laut Jawa sebagai energi pembentuk awan Cb, serta topografi di pulau Jawa yang kompleks," kata Deputi Bidang Meteorologi BMKG Herizal melalui keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Sabtu.

Ia mengatakan topografi tersebut berupa pantai yang langsung berhadapan dengan Samudera Hindia di Selatan Pulau Jawa yang kemudian berhadapan dengan gugusan pegunungan memanjang di sepanjang Pulau Jawa.

Baca juga: BMKG: Puting beliung yang terjadi di Wakatobi dari awan cumulonimbus

Hal tersebut menyebabkan uap air terdorong ke atmosfer yang lebih tinggi sehingga membentuk gugusan awan Cumulonimbus dengan bantuan topografi yang kompleks.

"Pada saat ini suhu muka laut di perairan sebelah Selatan Jawa juga sedang dalam kondisi hangat lebih dari 29 derajat celsius dengan anomali di atas normalnya lebih dari 1 derajat Celsius," katanya.

Sehingga, lanjut dia, menambah kuat proses pembentukan hujan badai atau thunderstorm yang berasal dari gugusan awan Cumulonimbus di sepanjang Pulau Jawa.

Baca juga: Angin puting beliung di NTT akibat munculnya awan cumulonimbus

Pewarta: Muhammad Zulfikar
Editor: Virna P Setyorini
Copyright © ANTARA 2020