Jakarta (ANTARA) - Ombudsman RI Perwakilan Jakarta Raya menemukan adanya potensi maladministrasi terkait penanganan COVID-19 selama penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) tahap pertama periode 10-23 April 2020 di DKI Jakarta.

Kepala Perwakilan Ombudsman RI Jakarta Raya, Teguh P Nugroho dalam siaran pers yang diterima ANTARA di Jakarta, Selasa malam, mengatakan potensi maladministrasi tersebut ditemukan dalam aspek kesehatan.

"Kami melihat potensi tindakan maladministrasi Pemprov DKI Jakarta dalam pengawasan pelayanan kesehatan oleh rumah sakit kepada pasien," kata Teguh.

Ombudsman Jakarta Raya menemukan adanya syarat tambahan untuk melakukan tes cepat (rapid test) bagi anggota masyarakat yang ingin berobat ke rumah sakit untuk penyakit non-COVID-19.

Menurut dia, tes cepat tersebut dijadikan prasyarat rumah sakit ketika akan menangani pasien non-COVID-19.

"Tes tersebut harus dibiayai oleh pasien sendiri karena tidak ditanggung oleh rumah sakit, BPJS, asuransi kesehatan swasta maupun pemerintah baik di pusat maupun di daerah," katanya.

Baca juga: Langgar PSBB, 153 perusahaan ditutup sementara
Baca juga: Disnakertrans-E DKI tegaskan penerbitan IOMKI harus tepat sasaran
Kepala Ombudsman RI Perwakilan Jakarta Raya Teguh P Nugroho (ANTARA/HO-Ombudsman Perwakilan Jakarta Raya)
Ombudsman Jakarta Raya mengkhawatirkan pelayanan kepada pasien penyakit kronis karena memiliki penyakit penyerta yang membuat mereka rentan terhadap COVID-19.

Salah satunya pasien hemodialisa (cuci darah), seperti yang dikeluhkan para anggota Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI).

Menurut Teguh, penanganan kepada masyarakat yang memiliki penyakit kronis luput dari pengamatan pemerintah daerah.

Masyarakat dengan penyakit kronis otomatis ditetapkan sebagai ODP, harus melakukan isolasi mandiri dan dirujuk ke rumah sakit rujukan COVID-19 yang tidak memiliki fasilitas kesehatan sesuai penyakitnya, sehingga berpotensi menjadi positif COVID-19.

"Untuk itu Ombudsman meminta Pemprov DKI Jakarta untuk menyiapkan mitigasi pelayanan bagi masyarakat umum yang berobat di rumah sakit baik karena penyakit kronis maupun penyakit biasa," kata Teguh.

Teguh menyebutkan, ada dua langkah yang bisa ditempuh Pemprov DKI Jakarta. Pertama, menanggung biaya tes cepat.

"Kedua, menyediakan rumah sakit rujukan bagi para penderita penyakit kronis yang telah menerpakan standar penanganan COVID-19 tanpa harus membebani pasien penyakit kronis tersebut," kata Teguh.

Selain dalam aspek kesehatan, Ombudsman RI Jakarta Raya juga menemukan potensi maladministrasi dalam penegakan hukum "work from home" (WFH), bantuan sosial dan mitigasi pelayanan publik.
Baca juga: DKI tunggu edaran Kemenaker terkait kebijakan THR
Baca juga: Kasus positif COVID-19 di Jakarta bertambah 169

Pewarta: Laily Rahmawaty
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2020