Jakarta (ANTARA News) - Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakara Selatan, Selasa, memvonis dua terdakwa teroris kelompok Palembang masing-masing 12 tahun penjara.

Kedua terdakwa tersebut, yakni, Abdurrohman Thaib alias Musa dan Ki Agus Muhammad Toni. Vonis tersebut lebih ringan tiga tahun dibandingkan tuntutan jaksa penuntut umum yakni 15 tahun penjara.

"Terdakwa terbukti sah dan meyakinkan melakukan tindak terorisme, masing-masing dijatuhi 12 tahun penjara," kata pimpinan majelis hakim, Syamsuddin.

Majelis hakim menyatakan tindakan terdakwa yang memberatkan, yakni, perbuatan dengan pembunuhan terhadap Pendeta Dago Simamora di Palembang, sudah direncanakan.

"Terdakwa tidak pernah menyesal selama persidangan," katanya.

Sedangkan yang meringankan, kedua terdakwa bersikap sopan dalam persidangan dan tidak pernah dihukum. "Terdakwa juga memiliki tanggungan anak dan istri," katanya.

Majelis hakim berpendapat semua unsur yang dikenakan kepada kedua terdakwa tersebut, sudah terpenuhi.

Meski terdakwa I, Abdurrohman Thaib alias Musa, menyatakan tidak setuju dengan pembunuhan itu karena khawatir aktivitas jamaahnya akan diketahui oleh kepolisian, sedangkan terdakwa II, Ki Agus Muhammad Toni yang membunuh pendeta tersebut dengan menembak bagian kepalanya.

"Ketidaksetujuan terdakwa I hanya teknis semata, dengan tidak melarang," katanya.

Menanggapi putusan tersebut, kuasa hukum terdakwa, Asludin Hatjani, pihaknya akan pikir-pikir untuk melakukan upaya banding, karena itu merupakan kewenangan dari terdakwa dan keluarganya.

"Putusan itu cukup berat, dan seharusnya pasal yang dikenakan adalah pidana biasa bukannya pidana terorisme," katanya.

Sebelumnya dalam tuntutan, JPU menyatakan dua terdakwa Abdurrohman Thaib alias Musa dan Ki Agus Muhammad Tono, melanggar Pasal 15 jo Pasal 6 Undang-Undang (UU) Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.�

 "Secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 15 jo Pasal 6 UU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme," katanya.â�¨

Seperti diberitakan sebelumnya, terungkapnya teroris Palembang itu dimulai dari adanya permintaan bantuan Kepolisian Singapura untuk menangkap buronan (red notice) jaringan teroris Jamaah Islamiyah (JI), Mas Slamet Kastari yang lari dari negara itu pada 2007. �

Dalam kaitan itu, polisi kemudian menangkap tersangka Muhammad Hasan yang merupakan salah satu ahli bom JI Singapura, yang ditangkap di Sekayu, Musi Banyu Asin pada 28 Juni 2008. �

Dari sana berkembang sembilan nama tersangka lainnya yang pernah mendapat pelatihan merakit bom dari tersangka Muhammad Hasan, dan mereka ditangkap dalam penggerebekan 2 Juli 2008.
(*)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2009