Pekanbaru (ANTARA) - Direktorat Reserse Kriminal Umum Kepolisian Daerah Riau memohon kepada majelis hakim Pengadilan Negeri Pekanbaru untuk menolak praperadilan pelaksana tugas Bupati Bengkalis Muhammad yang ditetapkan sebagai buronan korupsi pipa transmisi senilai Rp3,4 miliar.

Permohonan itu disampaikan Korps Bhayangkara melalui Kepala Bidang Hukum Kombes Pol Harry Nugroho saat sidang lanjutan praperadilan Muhammad yang dipimpin hakim tunggal Hakim Yudisillen di Pengadilan Negeri Pekanbaru, Kota Pekanbaru, Rabu.

Baca juga: DPO korupsi, Plt Bupati Bengkalis dicekal ke luar negeri

Baca juga: Berstatus DPO, Plt Bupati Bengkalis akan diganti

Baca juga: Plt Bupati Bengkalis tiga kali absen panggilan polisi


Pada sidang lanjutan dengan agenda pembacaan eksepsi tersebut, Harry yang mewakili termohon dalam hal ini Polda Riau menekankan adanya Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 1 Tahun 2018, yang menyebutkan, tersangka yang tidak kooperatif menjalani proses hukum tidak dapat melakukan praperadilan.

"Dalam eksepsi kami ke hakim, setiap pemohon praperadilan yang melarikan diri atau DPO, itu praperadilannya tidak dapat dilakukan. Kami memohon kepada hakim supaya praperadilan ini ditolak," katanya.

Selain itu, dalam eksepsinya Harry juga menyampaikan sejumlah dalil hukum kepada hakim agar praperadilan Muhammad ditolak. Sebab, Polda Riau menegakkan hukum dan menetapkan Muhammad sebagai tersangka dengan barang bukti yang cukup.

Kemudian, untuk diketahui bahwa Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Pekanbaru juga pernah menyampaikan keterlibatan Muhammad dalam kasus dugaan korupsi pipa transmisi senilai Rp3,4 miliar tersebut. Putusan itu yang kemudian menjadi salah satu landasan Polda Riau menjerat Muhammad sebagai tersangka selanjutnya.

"Kami belum tahu, sidang praperadilan itu akan dilanjutkan atau tidak. Diterima atau tidak, dalilnya cukup banyak. Kami menggunakan fakta-fakta baik yang berasal dari sidang terdahulu, maupun BAP yang ada," katanya usai sidang.

Bahkan, polisi juga mendapatkan keterangan sejumlah saksi yang menyebutkan keterlibatan Muhammad dalam perkara tersebut. "Fakta-fakta yang lain adalah, saksi-saksi yang ada sudah kami kumpulkan, bukti-buktinya kita sudah siap. Kita tinggal menunggu saja seperti apa nanti," lanjutnya.

Pada sidang perdana pada Selasa kemarin (17/3), materi sidang adalah mendengar permohonan gugatan dari pemohon Muhammad, yang diwakili dua kuasa hukumnya. Sidang rencananya akan kembali dilanjutkan dengan agenda pembacaan replik atau tanggapan atas eksepsi.

Muhammad yang ditetapkan sebagai tersangka diketahui telah tiga kali mangkir dari panggilan penyidik Ditreskrimsus Polda Riau hingga polisi memasukkan dia ke dalam Daftar Pencarian Orang (DPO).

Dia pernah dipanggil pada Kamis (6/2/2020). Lalu pada Senin (10/2/2020), dan terakhir pada Selasa (25/2/2020). Meski sudah tiga kali panggilan, politisi PDI Perjuangan itu tidak peduli dan tetap saja mangkir.

Kasus dugaan korupsi yang menjerat Muhammad ini berawal dari laporan sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Proyek milik Bidang Cipta Karya Dinas PU Provinsi Riau tahun 2013 tersebut menghabiskan dana sebesar Rp3,4 miliar.

Dalam nota dakwaan JPU korupsi dilakukan pada tahun 2013 di Kantor Dinas Cipta Karya, Tata Ruang dan Sumber Daya Air Provinsi Riau. Pada dinas itu terdapat paket pekerjaan pengadaan dan pemasangan PE 100 DN 500 mm dengan anggaran sebesar Rp 3.836.545.000 yang bersumber dari APBD Riau.

Ketika itu Muhammad bertindak selaku Kuasa Pengguna Anggaran dan Pengguna Anggaran di Dinas Pekerjaan Umum Pemprov Riau. Selain itu, jabatan Muhammad juga sebagai Kabid Cipta Karya di dinas tersebut.

Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru pada pertengahan 2019 telah menjatuhkan vonis tiga terdakwa dugaan korupsi pipa transmisi di Tembilahan, Kabupaten Indragiri Hilir (Inhil).

Ketiga terdakwa adalah Direktur PT Panatori Raja, Sabar Stevanus P Simalongo, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek Edi Mufti BE dan konsultan pengawas proyek, Syahrizal Taher. Hakim menyebut, ketiganya merugikan negara Rp2,6 miliar lebih.

Majelis hakim menjatuhkan hukuman kepada Sabar Stevanus P Simalongo, dan Edi Mufti dengan penjara selama 5 tahun. Keduanya juga dihukum membayar denda masing-masing Rp200 juta atau subsider 3 bulan kurungan.

Sabar Stefanus P Simalongo dijatuhi hukuman tambahan membayar uang pengganti kerugian negara Rp35 juta yang sudah dititipkan ke kejaksaan. Sementara, Syafrizal Taher divonis hakim dengan hukuman 4 tahun penjara, denda Rp200 juta atau subsider 3 bulan kurungan.

Pewarta: Anggi Romadhoni
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2020