Pekanbaru (ANTARA) - Ancaman budi daya lebah trigona juga datang dari manusia yang membakar lahan dan hutan. Asap karhutla bisa membuat lebah lari dan produksi madunya menurun.

Ketua MPA Desa Tambak yang juga petani madu kelulut, Junaidi, mengatakan pada 2019 karhutla cukup luas melanda daerah itu hingga mencapai 95 hektare di perbatasan Desa Tambak, Totol dan Desa Segati.

"Ketika asap lebahnya kurang produksi madu. Sebulan itu dari dua kilo madu bisa turun tinggal setengah kilo," kata Junaidi.

Karena itu, Junaidi mengatakan MPA kini semangat untuk melaksanakan tugas mereka mencegah karhutla karena jika bisa dicegah, maka panen madu bakal meningkat.

Manajer Program Desa Bebas Api Asian Agri Hafiz Hazalin mengatakan Kecamatan Langgam di Pelalawan sejatinya punya potensi madu alam yang bagus. Madu tersebut dahulu mudah ditemukan di pohon-pohon, dan kerap disebut madu sialang.

"Tapi madu sialang makin terbatas karena teknik panennya salah, dihabisi semua sarang lebahnya dan juga akibat pembukaan hutan," katanya.

Ia mengatakan perusahaan sawit tersebut meluncurkan program Desa Bebas Api dan melihat pendampingan untuk budi daya lebah kelulut bisa jadi solusi untuk meningkatkan ekonomi masyarakat tanpa membuka lahan baru dengan membakar.

"Sebenarnya ada tiga desa yang kami bantu untuk madu ini di Langgam, yaitu Desa Sotol, Segati dan Tambak, tapi hanya satu yang berjalan di Desa Tambak," kata Hafiz.

Ia mengatakan pendampingan yang diberikan berupa pengadaan 10 log sarang lebah, menampung hasil madu dan juga menggandeng instansi terkait, seperti dinas kehutanan, supaya memberikan pelatihan tentang budi daya madu trigona.

"Progresnya bagus, tapi yang utama kami tumbuhkan minat agar warga mau budi daya madu," kata Hafiz, seraya menambahkan perusahaan akan membuka kebun buah seluas satu hektare untuk budi daya lebah trigona di daerah itu.


Potensi besar

Potensi madu kelulut sangat besar untuk pasar dalam negeri dan global. Ini disebabkan khasiat yang terkandung di madu itu, sedangkan kemampuan produksi madunya sangat sedikit sehingga bisa disebut langka.

"Memang bisa dibilang langka karena lebahnya banyak yang punya, tapi produksinya sangat sedikit," kata Penyuluh Kehutanan Swadaya Masyarakat (PKSM), Zulnasri.

Ia mengatakan harga normal madu kelulut berkisar Rp400.000 hingga Rp500.000 per liter. Harga madu itu mahal, pertama, karena khasiatnya yang disebut bisa mencegah penularan virus corona (COVID-19).

"Dari jurnal dan penelitian kawan-kawan, madu kelulut jauh lebih bagus dari madu lebah biasa atau madu (lebah) Apis karena ada kandungan propolis. Sekarang lagi ramai di berita senyawa propolis yang cegah virus corona, dengan begitu harganya bisa lebih naik lagi," kata Zulnasri.

Lebah trigona ukurannya lebih kecil dari lebah jenis Apis dan lebah hutan, sehingga produksi madunya juga sedikit. Ia mengatakan lebah tersebut hanya mampu menjelajah 300 hingga 500 meter untuk mencari sari bunga atau nektar. Untuk mendapatkan satu liter madu kelulut butuh beberapa sarang, sedangkan pada lebah biasa dari satu sarang bisa dapat 30-40 liter.

"Di Riau, Indonesia umumnya, mungkin juga di dunia, untuk madu trigona tak begitu besar produksinya karena memang tak bisa naikkan produksinya, karena dipengaruhi jelajah lebah itu," ucapnya.

Baca juga: Memanen uang lewat budi daya madu kelulut

Ia mengatakan permintaan madu kelulut di Riau sempat sangat tinggi dari pembeli di Jakarta, Batam, Malaysia hingga Singapura. Permintaanya minimal 20 liter tiap bulan. Namun, Zulnasri mengatakan petani di Riau tidak mampu memenuhinya.

"Terakhir saya kirim besar itu Tahun 2016," katanya.

Baca juga: Manisnya madu kelulut cegah kebakaran lahan gambut

Ia menilai pengembangan budi daya lebah kelulut sebenarnya bisa jadi solusi bagi warga di daerah rawan karhutla, supaya tidak membuka lahan dengan membakar. Ia mengatakan pernah memulainya pada 2015 dengan meletakkan sarang lebah di lokasi-lokasi yang sering kebakaran.

"Jadi ketika kami dengar ada api di lokasi itu, kami mau tak mau ke sana karena ada kepentingan di sana," katanya.

Namun, ia mengatakan program itu kurang berhasil karena karhutla tetap terjadi. Asap akibat karhutla membuat lebah trigona takut untuk keluar sarang.

"Sensor dari lebah sendiri ketika ada asap terganggu. Ketika pergi cari makan, dia tak bisa cari jalan pulang," katanya.

Selain itu, asap yang pekat juga membuat lebah kekurangan sumber pakan. Sebabnya, asap menghambat sinar matahari yang dibutuhkan tanaman untuk memproduksi sari bunga atau nektar.

"Sinar matahari tidak masuk ke bunga menyebabkan nektar dari bunga tidak bisa keluar. Jadi si lebah tak bisa cari makan karena tak ada yang bisa diambil," katanya.

Bagi Zulnasri, Junaidi dan petani lebah kelulut lainnya, karhutla yang jadi bencana tahunan di Riau menjadi momok menakutkan. Bagi mereka, memutus siklus bencana ekologis karhutla bisa mendatangkan rezeki karena alam akan memberi mereka madu yang langka.

Tidak heran kalau Junaidi sangat berharap tahun ini tidak ada lagi karhutla di Desa Tambak. "Tolong doakan tahun ini jangan ada karhutla ya," ujar Junaidi penuh harap. (habis)

Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2020