Targetnya RUU Daerah Kepulauan dapat disahkan menjadi UU tahun 2020 karena sifatnya yang mendesak untuk kepentingan pembangunan di daerah
Jakarta (ANTARA) - Sebagai wilayah dengan lebih 17 ribu pulau, payung hukum untuk memperkuat perlindungan dan pemanfaatan secara maksimal potensi kepulauan dinilai sangat mendesak.

DPR dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI tampaknya menyadari betul pentingnya payung hukum tersebut. Bahkan lembaga perwakilan itu telah beberapa tahun lalu menggagas dalam bentuk draf RUU khusus, yaitu RUU tentang Daerah Kepulauan.

Wakil Ketua Komite I DPD RI Fachrul Razi memimpin Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) di Ruang Rapat Komite I, Komplek Parlemen Senayan, Senin (27/1) untuk mematangkan draf RUU tersebut. Ini sebagai upaya agar cepat dibahas dan disetujui untuk disahkan menjadi undang-undan (UU).

Satu hal yang melegakan adalah tahap mewujudkan regulasi yang sudah dipersiapkan sejak periode lalu telah memasuki babak baru. Yaitu disetujuinya RUU Daerah Kepulauan masuk Program Legislasi Nasional Prioritas (Prolegnas) 2020.

Persetujuan itu dicapai dalam Rapat Kerja (Raker) Badan Legislasi (Baleg) DPR bersama Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly serta DPD RI menyetujui 50 RUU masuk dalam Program Prolegnas Prioritas 2020, Kamis (16/1). Inilah babak baru itu karena RUU Daerah Kepulauan segera dibahas.

Komite I DPD RI seolah tak sabar untuk segera menyelesaikan pembahasan RUU ini. Maklum, DPD RI adalah perwakilan dari seluruh wilayah Indonesia yang berpulau-pulau dan sudah menggagas RUU ini sejak periode lalu.

Untuk menindaklanjuti hal tersebut, Fachrul Razi yang merupakan Senator asal Aceh ini meminta agar para kepala daerah dari daerah kepulauan untuk mengadakan pertemuan lanjutan. DPD pun akan bertemu dengan DPR untuk menindaklajuti agar segera membahas RUU daerah Kepulauan
Seorang personel TNI AL berjalan di atas KRI Lepu yang akan berkeliling Selat Malaka demi memastikan ketersediaan rupiah di daerah terdepan, terluar dan terpencil di wilayah Provinsi Kepulauan Riau, Riau dan Sumatera Utara. (Naim)
Pengakuan Kewenangan
Basilio Araujo dari Tim Ahli RUU Daerah Kepulauan menyebutkan adanya kebutuhan hukum baru untuk pengakuan kewenangan dan perlakuan khusus berbasis karakteristik khas kepulauan. Latar belakangnya karena ada bias pembangunan daratan dan ketidakadilan bagi kepulauan.

Basilio menjelaskan di RUU Daerah Kepulauan ada 11 bab dengan 45 pasal mengatur ruang pengelolaan, urusan pemerintahan dan keuangan. RUU ini untuk menuju optimasi kontribusi wilayah kepulauan dalam konteks posisi geopolitik, basis potensi sumber daya kelautan serta basis pembangunan kelautan ke depan.

Di Indonesia, ada delapan provinsi kepulauan dan 86 kabupaten/kota yang termasuk daerah kepulauan dengan indikator yang diatur dalam RUU. Antara lain wilayah lautannya lebih luas dari wilayah daratan dan beberapa pulau membentuk gugusan pulau sehingga menjadi satu kesatuan geografis dan sosial budaya.

Selain itu, Basilio menegaskan pentingnya RUU Daerah Kepulauan adalah sebagai perlindungan khusus bagi masyarakat di pulau-pulau kecil terluar. "Untuk jaminan kebutuhan fisik dasar dan perlindungan kesehatan, kalau di daratan misalnya ada pusat kesehatan masyarakat, perlu ada kapal kesehatan yang berkeliling pulau," katanya.

Anggota DPD RI Dewa Putu Ardika Seputra menyebutkan RUU Daerah Kepulauan ini sangat penting bagi keberpihakan negara untuk daerah. Senator asal Kepulauan Riau, Richard Hamonangan Pasaribu juga menyebutkan hal senada.

RUU ini mendesak bagi masyarakat di daerah kepulauan. Di sebagian daerah kepulauan sangat sulit untuk memenuhi kebutuhan.

"Perlu angkot laut dan kapal perintis karena sekarang (di sebagian daerah kepulauan) untuk ke kantor kecamatan saja butuh dua minggu," katanya.

Anggota DPD RI asal Jawa Barat Amang Syafrudin menerangkan RUU Daerah Kepulauan penting agar keamanan negara terlindungi. Contohnya adalah kasus Natuna.
Karyawan Bank Indonesia menyatukan kembali pecahan uang Rp1000 dan Rp20 ribu yang sobek ketika dilaksanakannya proses penukaran uang lusuh dalam kegiatan ekspedisi kas keliling pulau-pulau terluar, terdepan dan terpencil (3T) di Desa Waikelo, Kabupaten Sumba Barat Daya, NTT, Sabtu (21/9/2019). Untuk penukaran uang di Desa Waikelo, Bank Indonesia menyiapkan dana sebesar Rp1,5 miliar. ANTARA FOTO/Kornelis Kaha/wsj.
Mendesak
Menanggapi banyaknya aspirasi baik di internal DPD maupun pemerintah daerah, Ketua DPD RI La Nyalla Mahmud Mattalitti pun angkat bicara.
Dia pun menargetkan RUU Daerah Kepulauan dapat disahkan menjadi UU tahun 2020 karena sifatnya yang mendesak untuk kepentingan pembangunan di daerah.

Saat ini RUU inisiatif DPD RI yang sedang dalam pembahasan bersama DPR RI dan pemerintah adalah RUU tentang Daerah Kepulauan. Dia berharap RUU tersebut dapat diputuskan menjadi UU di tahun 2020.

Bagi La Nyalla, keberadaan UU tentang Daerah Kepulauan penting untuk mengurangi kesenjangan dan ketimpangan antardaerah. Dengan UU ini, DPD RI ingin memastikan program dan kebijakan pemerintah dapat berjalan di daerah sehingga dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat di daerah.

Wakil Ketua DPD RI Nono Sampono mengatakan RUU Daerah Kepulauan sudah dibahas di periode 2014-2019, namun belum berhasil disahkan menjadi UU. RUU tersebut tidak termasuk "carry over" dari periode lalu sehingga harus dibahas dari awal.

Namun diharapkan segera selesai karena pembahasannya sudah selesai di DPD RI.
Hasil rapat dengan Baleg DPR RI, pembahasan RUU Daerah Kepulauan harus mulai dari awal.

Tetapi RUU ini sudah diselesaikan di tingkat Pansus DPD RI periode lalu dan tinggal pembahasan akhir sehingga akan cepat selesai. Untuk percepatannya, Nono sudah berkoordinasi dengan DPR RI.
Lobster Pulau Simeulue Nelayan memperlihatkan udang lobster di lokasi budidaya pelabuhan Sinabang, Pulau Simeulue, Kabupaten Simeulue, Aceh, Rabu (25/10). Pengusaha di salah satu pulau terluar di Aceh itu menyatakan ekspor udang lobster yang rata-rata satu ton per bulan itu terkendala sarana transportasi udara dan laut. (ANTARA FOTO/Ampelsa/aww/17)
Diperhatikan
Gubernur Sulawesi Tenggara Ali Mazi bersyukur RUU ini segera dibahas dan diselesaikan.
Dia meminta agar daerah kepulauan lebih diperhatikan.

Daerah kepulauan harus dilebihkan pendanaannya karena biayanya beda dan lebih mahal. Kalau di darat risiko jalan rusak, tetapi di laut risikonya nyawa terutama saat musim ombak.

Ali Mazi yang juga menjabat sebagai Ketua Badan Kerja Sama Provinsi Kepulauan menyebutkan akan mengambil langkah strategis. Selain mendukung Undang-Undang Daerah Kepulauan, juga mendukung program tol laut dan peningkatan infrastruktur konektivitas internet serta dukungan anggaran untuk semua sektor terutama untuk wilayah perbatasan dan terpencil.

Dia pun mengapresiasi RUU ini dibahas parleman sehingga masyarakat di kepulauan bisa bernapas lega. Hal itu karena saat ini akses untuk kebutuhan pokok (di sebagian kepulauan) dirasa masih sulit.

Baca juga: RUU Daerah Kepulauan akan diperjuangkan hingga jadi UU
Baca juga: DPD RI serahkan RUU Kelautan ke DPR
Baca juga: DPR Bahas Draft Provinsi Kepulauan 2011
Patroli Pulau Rondo Prajurit marinir melakukan patroli di dermaga Pulau Rondo, Aceh, Sabtu (16/4). Patroli itu bertujuan untuk memantau keamanan pulau terluar ujung bagian barat Indonesia tersebut. ANTARA FOTO/Zabur Karuru/pd/16
Dirjen Bina Pembangunan Daerah Kementerian Dalam Negeri, Muhammad Hudori menjelaskan, kewenangan daerah provinsi di laut dan daerah provinsi yang berciri kepulauan telah diatur dalam Bab V UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah dalam pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3), pasal 28 ayat (1) dan pasal 30.

RUU ini perlu pendalaman supaya tidak ada masalah yang bertentangan. Khusus kewenangan kabupaten/kota tidak diatur dalam UU, namun sebagian materi RUU sudah diatur dalam peraturan perundang-undangan lainnya.

Menurut Hudori, kewenangan daerah provinsi berciri kepulauan diamanatkan untuk diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP). Posisi PP sekarang ada di Kemenko Bidang Politik, Hukum dan Keamanan pascaharmonisasi di Kementerian Hukum dan HAM.

Yang tidak kalah penting adalah RUU tentang Daerah Kepulauan ini harus diselaraskan dengan UNCLOS 1982 dan peraturan perundangan lain.

Editor: Ganet Dirgantara
Copyright © ANTARA 2020