Pekanbaru (ANTARA) - Gubernur Riau Syamsuar  menyebutkan 38 aparatur sipil negara (ASN) dari 1.800 pegawai yang menjalani tes urine pertengahan Desember lalu positif terindikasi menggunakan narkoba berbagai jenis.

Syamsuar saat ekspose perkembangan daerah akhir tahun di Pekanbaru, Senin, mengatakan bahwa pihaknya akan membuat pakta integritas yang ditandatangani oleh kepala dinas/badan hingga jajaran pegawai yang paling rendah untuk menghindari makin banyaknya ASN menggunakan narkoba.

"Kalau terbukti pakai (narkoba), ya, berhenti," kata mantan Bupati Siak di hadapan sejumlah pemimpin media massa.

Baca juga: Oknum ASN tersangkut kasus narkoba terancam diberhentikan

Baca juga: Bupati Gorontalo Utara pastikan ASN pengguna narkoba tidak dipromosi


Sementara itu, jenis ASN yang dikonsumsi oknum ASN tersebut, antara lain sabu-sabu, kokain, dan ekstasi.

Menurut dia, tingginya ASN pengguna narkoba tidak luput dari gaya hidup yang salah serta meningkatnya penghasilan, salah satunya dari adanya dana tunjangan penghasilan pegawai (TPP).

"Kalau begini kondisinya, bisa saya hilangkan TPP," katanya sembari tersenyum.

Kondisi ini tentu saja membuat Gubernur Syamsuar merasa prihatin mengingat saat memimpin Kabupaten Siak, dari sekitar 6.000 ASN di wilayahnya yang terindikasi sebagai pengguna narkoba tidak sampai 10 orang.

Pada tahun 2020, kata dia, semua ASN di Pemprov Riau harus mengikuti tes urine untuk mengetahui sejauh mana zat haram tersebut menjamah pegawai di wilayahnya.

Dia mengakui masih ada oknum pegawai yang kabur begitu akan menjalani tes urine.

Baca juga: Wali Kota ungkap pejabat diduga pengguna narkoba jadi target BNN

"Masih banyak ASN yang baik di Riau, jangan sampai yang (ASN) tidak baik ini memengaruhi yang sudah baik," ujarnya.

Provinsi Riau saat ini di urutan kelima sebagai daerah paling banyak pengguna dan beredarnya narkoba secara ilegal. Barang haram tersebut diduga berasal dari Malaysia. Bahkan, di Kota Pekanbaru, ada sebuah wilayah di pusat kota yang dijuluki sebagai Kampung Narkoba. Bahkan, aparat terkait tidak bisa berbuat banyak.

Pewarta: Riski Maruto
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2019