Kenaikan terbesar terjadi pada produk oleokimia sebesar 113 persen dan pada CPO sebesar 17 persen
Jakarta (ANTARA) - Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) mencatat ekspor minyak kelapa sawit (CPO) dan turunannya pada Januari-Oktober 2019  tumbuh sekitar 2 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.

Jumlah ekspor CPO Nasional dan produk turunannya hingga Oktober ini sebanyak 28,95 juta ton, meningkat dibandingkan periode Januari-Oktober 2018 sebesar 28,35 juta ton.

"Kenaikan terbesar terjadi pada produk oleokimia sebesar 113 persen dan pada CPO sebesar 17 persen," kata Direktur Eksekutif Gapki Mukti Sardjono melalui keterangan tertulis di Jakarta, Selasa.

Sementara itu, ekspor ke Pakistan pada bulan Oktober meningkat 52 persen atau sebesar 100 ribu ton dibandingkan dengan ekspor bulan September. Namun jika dibandingkan dengan tahun 2018 (year on year), terjadi penurunan sebesar 5 persen.

Baca juga: Gapki Kalsel dorong ekspor sawit tak lagi bentuk CPO

Baca juga: PT Aceh Makmur Berdama ekspor 6.000 metrik ton CPO ke India

Baca juga: Ekspor minyak sawit tumbuh 3,8 persen, tembus 22,7 juta ton


Ekspor ke Afrika pada bulan Oktober lebih menurun 41 persen atau sebanyak 270.000 ton dibandingkan ekspor pada September. Namun, "year on year", ekspor ke Afrika masih tumbuh 88 lebih tinggi dibandingkan tahun lalu.

Secara bulanan, ekspor produk minyak sawit pada Oktober 2019 turun sebesar 6 persen dibandingkan dengan September 2019. Pada minyak laurat, terjadi kenaikan sebesar 64 persen.

Kenaikan yang tinggi ini diduga merupakan "carry over" dari ekspor yang minyak laurat yang rendah pada September 2019. Ekspor produk oleokimia juga tercatat tumbuh 18 persen.

Pada bulan Oktober juga terjadi kenaikan harga CPO yang cukup tajam dari 520 dolar AS per ton pada awal bulan menjadi 660 dolar AS per ton cif Rotterdam pada akhir Oktober 2019.

"Kenaikan harga minyak sawit ini sangat melegakan pengusaha dan pekebun setelah beberapa tahun menderita karena harga yang rendah," kata Mukti.

Harga yang baik ini juga memberikan kesempatan kepada pengusaha dan pekebun untuk memulihkan kondisi kebun dan pabrik agar kembali berproduksi normal.

Upaya pemulihan kebun pada awal akhir 2019/awal 2020 merupakan waktu yang tepat karena menurut BMKG curah hujan 2019/2020 akan normal. Meskipun demikian, kegiatan pemulihan ini akan memerlukan waktu.
 

Pewarta: Mentari Dwi Gayati
Editor: Ganet Dirgantara
Copyright © ANTARA 2019