Stunting salah satu masalah terbesar bangsa
Jakarta (ANTARA) - Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo menyatakan bahwa masalah stunting atau gagal tumbuh merupakan salah satu persoalan terbesar bangsa yang dapat diatasi dengan bekerja sama, termasuk dengan Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK).

"Stunting salah satu masalah terbesar bangsa," kata Edhy Prabowo dalam acara Indonesia Seafood Expo 2019 di Jakarta, Sabtu.

Menurut dia, hal tersebut harus dikomunikasikan dengan ibu-ibu PKK karena dengan fungsinya untuk memberdayakan kesejahteraan keluarga, maka berarti pusat kekuatan negeri ini juga berada di pundak mereka.

Menteri Kelautan dan Perikanan RI juga berpendapat bahwa bila telah berkomunikasi dengan ibu-ibu PKK untuk memperoleh solusi, maka lebih dari 80 persen permasalahan bangsa juga dapat selesai.

Baca juga: 600 mahasiswa Unand ikuti KKN tematik pencegahan stunting

Edhy menyatakan, pihaknya juga siap bahu-membahu untuk menyelesaikan permasalahan dalam mengatasi beragam persoalan bangsa seperti gagal tumbuh, dengan berbagai kementerian.

Sebelumnya, KKP telah meminta kepada kepala daerah di wilayah pesisir untuk turut serta memberantas permasalahan gagal tumbuh tersebut di daerahnya masing-masing.

"Kami mengajak seluruh kepala daerah untuk bangkit melawan stunting. Ikan adalah salah satu solusi jawaban menentang untuk memberantas stunting di Indonesia," ujar Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo dalam dalam acara Marine and Fisheries Business Investment Forum (MFBIF) di Jakarta, Jumat (13/12).

Pemberantasan gagal tumbuh, lanjut dia, merupakan salah satu program KKP ke depan, sesuai dengan arahan Presiden dan Wakil Presiden Indonesia.

Selain KKP, Perum Bulog juga telah menginisiasi integrasi bersama kementerian/lembaga terkait sosialisasi percepatan penyediaan beras bervitamin atau fortifikasi guna menekan angka gagal tumbuh dan anemia di Indonesia.

Baca juga: Perlu intervensi gizi cegah gagal tumbuh menjadi kerdil

"Perum Bulog siap bekerja sama dengan semua pihak, baik dengan Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah yang memiliki tujuan yang sama untuk penyediaan tambahan gizi bagi masyarakat, maupun dengan konsumen di setiap lini untuk penyediaan pangan sehat bergizi," kata Wakil Direktur Utama Perum Bulog Gatot Trihargo di Kantor Pusat Bulog Jakarta, Rabu (11/12).

Beras fortifikasi diharapkan dapat menjadi jembatan integrasi kebijakan antarpemerintah sehingga dapat mengurangi serta menangani prevalensi stunting dan anemia di Indonesia melalui integrasi dengan program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT), pengelolaan CBP serta program pangan lainnya.

Baca juga: Benarkah stunting bisa diturunkan ke anak?

Menurut Gatot, dengan integrasi kebijakan, maka ke depannya juga diharapkan dapat menghasilkan sumber daya manusia (SDM) berkualitas dan mampu menjadi motor penggerak pembangunan bangsa yang kreatif, produktif dan berdaya saing tinggi.

Adapun fortifikasi pangan di Indonesia bukan hal yang baru. Pada tahun 1986, Pemerintah melalui Kemenkes telah berhasil mengatasi masalah penyakit gondok melalui kebijakan yang mewajibkan fortifikasi garam dengan Iodium.

Pada tahun 2003, Pemerintah juga telah mewajibkan fortifikasi tepung terigu dengan enam jenis vitamin dan mineral. Fortifikasi minyak goreng dengan Vitamin A juga sudah dimulai sejak beberapa tahun lalu dan sedang dalam proses untuk diwajibkan.

Dalam mendukung program pemerintah terhadap intervensi gizi sensitif melalui peningkatan akses pangan bergizi, Bulog telah berinovasi dengan menyiapkan beras fortifikasi yang salah satunya dapat disalurkan kepada masyarakat berpendapatan rendah dengan harapan memperbaiki gizi warga.

Baca juga: Pelaku usaha akui pentingnya sertifikasi perikanan berkelanjutan

 

Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2019