Jakarta (ANTARA) - Sepak bola memang olahraga yang populer dan disukai hampir semua orang, termasuk Candra Wahyu Aji, pemuda berusia 20 tahun.

Ada yang berbeda dengan Candra, dengan lincah ia memainkan bola kaki dengan kaki kirinya, di kiri kanan tongkat menumpu badannya. Ya, Candra hanya memiliki satu kaki.

Ia tampak serius memainkan bola di sela-sela menjaga stan pada pameran Hari Disabilitas Internasional (HDI) di Plaza Barat GBK, Jakarta. HDI yang diperingati setiap 3 Desember merupakan hari penting bagi penyandang disabilitas karena menjadi momentum bagi perjuangan hak mereka.

Sejak kecil Candra sudah memainkan si kulit bundar, terlebih di usia remaja, sepak bola tidak lepas dari kesehariannya.

Dalam olahraga tidak jarang pemainnya bisa mengalami cidera, begitu pula Candra berkali-kali ia jatuh atau terbentur tiang gawang saat bermain bola.

Candra menganggap cidera pada kaki kanan akibat membentur tiang gawang hanya masalah sepele, sehingga ia tidak mengobatinya meski merasa nyeri dan sakit saat berjalan, Candra masih bermain bola.

Saat bermain-main dengan si bundar di rumahnya, dengan kondisi kaki cidera ia melompat dan melakukan kesalahan saat bertumpu hingga kakinya membengkak dan sakitnya semakin menjadi-jadi.

Lagi-lagi dia tidak langsung berobat ke dokter, tapi ke tukang urut, namun ternyata tidak seperti yang diharapkan, justru semakin memperparah bengkak di kakinya.

Baca juga: Kapten timnas disabilitas inginkan pekerjaan tetap

Setelah sakitnya semakin parah, akhirnya Candra dibawa ke dokter dengan kondisi kaki bengkak dan daging membusuk. Dari pemeriksaan medis diketahui ternyata tulang kakinya sudah lama retak dan terdapat tumor ganas.

Di akhir 2012, Candra divonis kanker tulang dan tanpa menunggu waktu yang lama, pada Maret 2013 ia harus merelakan kakinya mulai dari pangkal paha kanan untuk diamputasi.

Bagi remaja berusia 14 tahun yang sedang aktif memupuk harapan dan impian, kehilangan satu kaki seakan menjadi akhir dari segalanya.

Candra kehilangan harapan untuk hidup dan benar-benar putus asa karena tak lagi punya fisik sempurna.

"Sempat nyalahin Allah juga kenapa Candra yang kena," ujar pemuda berkulit hitam manis itu.


Penyemangat

Tak mau terus berlarut dalam keterpurukan, Candra mulai kembali bersemangat, dengan dukungan keluarga dan teman-temannya.

Ia kembali menyentuh si kulit bundar, diajak bermain futsal oleh teman-teman sebaya, namun karena Candra berkaki satu, sulit untuk menyaingi pemain lain yang beranggotakan tubuh lengkap.

Pada Maret 2018, ia mulai dikenalkan dengan Indonesia Amputee Football (INAF), dimana para pesepak bola punya kondisi yang sama dengan Candra, kaki atau tangannya diamputasi.

Tidak lama bergabung dengan tim INAF, Candra dan teman-teman mengikuti turnamen dalam rangka Hari Disabilitas di negara tetangga, Malaysia hingga berhasil meraih juara kedua.

Kesuksesan meski dalam kekurangan para anggota tim INAF semakin melecut semangat Candra untuk terus bermain dan berlatih sepak bola.

"Dulu ingin fokus di futsal, jadi kiper kaki satu, tapi sekarang saya mau fokus di INAF," kata mahasiswa semester tiga Fakultas Manajemen STIE Bhakti Pembangunan itu.

Semangatnya semakin tinggi karena lewat prestasi di sepak bola, ia mendapatkan beasiswa di kampusnya. Sepak bola bukan hanya merenggut kaki Candra, tapi sepak bola juga yang mengembalikan impian dan semangatnya untuk tegar menyongsong masa depan.

Saat ini Candra dan tim INAF juga mempersiapkan diri untuk turnamen Asia di Malaysia, Februari mendatang, dengan harapan bisa meraih juara tentunya.

Menurut M Syafei, sang pelatih, tidak perlu bisa bermain bola untuk bergabung dengan INAF, tapi yang utama mereka mau bermain sepak bola.

Mereka perlu dibimbing tentunya dibutuhkan kesabaran ekstra karena mereka tidak seperti pesepak bola umumnya.

"Saya sebagai pelatih harus bisa mengatur strategi dan teknik mereka karena latihannya itu pasti ada perbedaan dengan yang normal, walaupun main bola itu sama," katanya.

Teknik yang diajarkan tentunya yang tidak membebani dan berbahaya bagi tubuh mereka, karena mereka bermain bola dengan satu kaki yang dibantu tongkat penyangga.

Syafei mengaku secara alamiah terjun melatih para pesepak bola disabilitas, dengan segala tantangan dan kesulitannya.

Mereka rutin berlatih seminggu sekali, terkadang berlatih tanding dengan pesepak bola lain yang bertubuh lengkap, selain untuk menggali kemampuan juga sebagai sosialisasi kepada masyarakat.

Menjelang turnamen Asia 2020, Tim INAF menggiatkan latihan dalam dua bulan terakhir dan tentunya berharap doa serta dukungan masyarakat Indonesia untuk prestasi mereka.


Dukungan Keluarga

Siapa pun orangnya, apakah ia beranggota tubuh lengkap maupun disabilitas, pasti membutuhkan dukungan keluarga.

Dukungan orang terdekat sangat diperlukan untuk membangkitkan semangat, seperti Candra yang sempat terpuruk karena kehilangan satu kakinya.

Bahkan dukungan dari orang-orang tercinta bisa menjadi energi untuk berbuat yang terbaik hingga membuahkan prestasi.

Hal itulah yang juga dirasakan Sri Mulichati, orang tua penyandang disabilitas. Meski anaknya memiliki kecerdasan di bawah rata-rata orang kebanyakan, tapi dengan dukungan dan kasih sayangnya, Fauzi sang anak, bisa tumbuh mandiri.

Fauzi bisa bekerja, berprestasi dalam bidang atletik dan tentunya tidak menjadi beban keluarga.

Candra dan Fauzi, meski berbeda dengan orang-orang lainnya, mereka tetap bisa bangkit, mandiri dan berprestasi.

Memiliki anggota tubuh yang tidak lengkap atau IQ rendah bukan akhir dari segalanya, tapi sebaliknya, bisa memacu untuk tidak menjadi berbeda dan dipandang sebelah mata.

Pewarta: Desi Purnamawati
Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2019