Jakarta (ANTARA) - Jaksa penuntut umum P. Permana menolak eksepsi yang diajukan oleh tim penasehat hukum terdakwa Desrizal Chaniago dalam kasus penganiayaan hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Penolakan tersebut disampaikannya dalam sidang dengan agenda pembacaan tanggapan jaksa penuntut umum terhadap eksepsi terdakwa.

"Bahwa alasan- alasan keberatan penasehat hukum terdakwa tersebut sudah masuk ke ranah pokok perkara," kata JPU Permana dalam persidangan.

Selain itu, JPU Permana mengatakan bahwa surat dakwaan yang dibacakan pada persidangan perdana terhadap terdakwa Desrizal Chaniago telah memenuhi syarat sesuai pasal 143 ayat (2) huruf b KUHAP.

Oleh karena itu, JPU meminta majelis hakim untuk melanjutkan persidangan perkara penganiayaan hakim itu dengan nomor perkara 1050/Pid.B 2019/Pn. Jkt. Pst untuk pembuktian pokok perkara.

"Kami selaku penuntut umum meminta kepada Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang memeriksa dan mengadili perkara ini memutuskan, menolak dan menyatakan eksepsi dari tim penasehat hukum terdakwa tidak dapat diterima," kata Permana.

Majelis Hakim memutuskan untuk menunda persidangan hingga Selasa pekan depan (29/10) dengan agenda Putusan Sela.

Sebelumnya, Desrizal Chaniago ditetapkan sebagai tersangka oleh Polres Metro Jakarta Pusat akibat melakukan pemukulan menggunakan ikat pinggang terhadap Majelis Ketua Hakim Sunarso ketika melakukan pembacaan putusan.

Meskipun terjadi pemukulan pada pembacaan putusan tetap menghasilkan hasil yang sama yaitu penolakan gugatan yang diajukan Tomy Winata terhadap PT GWP pada Kamis (18/7).

Atas aksinya tersebut, Jaksa Penuntut Umum lalu mendakwa Desrizal dengan dua dakwaan alternatif yaitu pasal 351 ayat 1 KUHP atau pasal 212 KUHP.

Baca juga: Sidang penganiaya hakim masuki tanggapan JPU

Baca juga: Penasihat hukum Desrizal sampaikan nota keberatan

Baca juga: Penasihat hukum ajukan eksepsi kasus penganiayaan hakim


Pasal yang dibacakan yaitu 351 ayat 1 KUHP mengenai tindak pidana penganiayaan yang berbunyi, "Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah,"

Sedangkan pasal alternatif lainnya yaitu pasal 212 KUHP berisi tentang kekerasan terhadap aparat penegak hukum. Dalam pasal tersebut terdakwa dapat mendapat hukuman penjara maksimal 1 tahun 4 bulan dan denda Rp4.500.

Pewarta: Livia Kristianti
Editor: Ganet Dirgantara
Copyright © ANTARA 2019