Jakarta (ANTARA) - Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia mengatakan ancaman terbesar kepunahan secara permanen spesies Rafflesia patma di Indonesia datang dari kerusakan habitat akibat aktivitas manusia.

“Ancaman terhadap kepunahan spesies akibat aktivitas manusia sangat nyata karena Rafflesia bukan komoditas komersial sementara pengetahuan tentang kehidupan spesies ini masih sangat terbatas,” kata Kepala Pusat Penelitian Konservasi Tumbuhan dan Kebun Raya LIPI R Hendrian dalam keterangan tertulis diterima di Jakarta, Sabtu.

Ia menjelaskan, secara biologis Rafflesia patma berevolusi dengan habitat aslinya yang mengakomodasi kehidupannya lewat berbagai faktor alam yang sangat rumit dan spesifik. “Kerusakan habitat akan memusnahkan keberadaannya secara permanen”.

Baca juga: Rafflesia Patma di Kebun Raya Bogor mekar lagi

Baca juga: Rafflesia patma mekar keempat belas kalinya di Kebun Raya Bogor


Hingga saat ini, upaya maksimal yang dapat dilakukan pihaknya adalah dengan memperbesar populasinya melalui percobaan demi percobaan grafting untuk memperbesar jumlah kesempatan berbunga.

Kebun Raya Bogor masih menjadi kebun raya pertama di dunia yang memiliki koleksi ex-situ Rafflesia patma. Sebelumnya tumbuhan ini pernah berhasil tumbuh di Kebun Raya Bogor sejak 1800-an.

Salah satu keberhasilan yang dicatat ialah Rafflesia patma koleksi H Loudon yang berbunga pada 1852.

Berangkat dari kekhawatiran akan menyusutnya habitat dan kepunahannya, maka terbangun gagasan untuk memunculkan gerakan konservasi yang nyata, ujar dia.

Upaya menggalang keterlibatan berbagai pihak dalam konservasi Rafflesia, telah dilakukan berbagai kegiatan di tingkat nasional maupun internasional.

Salah satunya adalah Forum Rafflesia dan Amorphophalus Indonesia (FORAMOR-Indonesia). Forum ini merupakan forum tumbuhan pertama di Indonesia yang mewadahi peran multistakeholder dalam upaya konservasi bunga langka Rafflesia.

Baca juga: Dua jenis tanaman langka diperkenalkan LIPI

Pewarta: Virna P Setyorini
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2019