Palu (ANTARA) - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) menyatakan keluarga sebagai komponen terkecil dalam masyarakat memiliki peran penting mencegah terjadi kekerasan berbasis gender, utamanya sunat perempuan dan pernikahan anak atau pernikahan di usia dini.

"Kedua isu tersebut merupakan praktek-praktek berbahaya yang masih terjadi di Indonesia," ucap Asisten Deputi Partisipasi Lembaga Profesi dan Dunia Usaha KPPPA, Sri Prihantini Lestari dalam workshop pencegahan kekerasan berbasis gender di Sulawesi Tengah, di Palu, Rabu.

KPPPA bekerja sama dengan Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah, serta UNFPA, memberikan pemahaman lewat workshop tersebut kepada komponen masyarakat yang terdiri dari tokoh lintas agama, tokoh pemuda, LSM, tokoh adat dan OPD serta media untuk mencegah sunat perempuan dan pernikahan dini.

Baca juga: MUI : Perlu peran tokoh lintas agama akhiri kekerasan berbasis gender

Baca juga: Tokoh agama ikuti pelatihan cegah kekerasan berbasis gender


KPPPA menyatakan bahwa 87 juta jiwa dari total jumlah penduduk Indonesia adalah anak. Anak harus mendapatkan pemenuhan hak dan perlindungan dari tindak kekerasan serta diskriminasi atas praktek perkawinan anak atau nikah di usia dini dan sunat perempuan.

KPPPA lewat Sri Prihantini memaparkan bahwa berdasarkan data penelitian yang dilakukan oleh PSKK UGM dan Komnas Perempuan di tujuh provinsi dan dua kabupaten/kota yang memiliki perda retribusi daerah yang di dalamnya menyebut sunat perempuan, ditemukan bahwa sunat perempuan masih dilakukan oleh dukun bayi, bidan/perawat/mantra dan dukun sunat perempuan.

Sunat perempuan berdampak terjadinya pendarahan hingga sampai merenggut nyawa, terjadi infeksi dan sebagainya.

Sunat perempuan dianggap sebagai salah satu tradisi yang dilakukan secara turun temurun. Misalkan pada Suku Kaili Ledo di Kelurahan Petobo Kecamatan Palu Selatan, Kota Palu. Sunat perempuan telah dilakukan oleh masyarakat setempat sejak dahulu.

"Iya, itu satu tradisi yang sudah dilakukan secara turun temurun. Biasanya dilakukan sebelum perempuan di aqiqah," ujar salah satu tokoh agama Islam Kelurahan Petobo Nadjamuddin Djusuna.

Baca juga: UNFPA: Terjadi 57 kekerasan seksual dalam masa darurat Sulawesi Tengah

Pewarta: Muhammad Hajiji
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2019