Jambi (ANTARA) - Seorang arkeologi Universitas Indonesia (UI) Dr Ali Akbar, SS, M Hum  yang memimpin ekskavasi Kapal Zabag di Desa Lambur I, Kecamatan Muara Sabak Timur, Kabupaten Tanjangjabung Timur, Provinsi Jambi menduga temuan di lokasi itu  merupakan galangan kapal tertua di Asia Tenggara.

Saat ini tim dari arkeologi UI yang diminta oleh Bupati Tanjungjabung Timur, Romi Hariyanto untuk membantu pemerintah setempat menguak misteri situs-situs kuno di daerah Sabak dan itu diawali dengan ekskavasi 'Kapal Zabag', kata Ali Akbar, Senin.

Lokasi situs adalah galangan kapal tertua di Asia Tenggara. Bukti-bukti sementara adalah posisi kapal yang terparkir dan ada kayu bulat yang berada di bawah geladak. Beberapa bagian juga terpisah, seperti posisi gadingnya juga terpisah dan untuk sementara ini (situs Kapal Zabag) adalah tempat pembuatan atau perbaikan kapal.

"Sejauh pengetahuan saya, di Nusantara belum pernah ditemukan galangan kapal kuno dan baru hanya ada di Sabak," katanya.

Kapal-kapal tua yang ditemukan di Malaysia, Pilipina, Palembang, Rembang dan Cirebon diproduksi di Sabak. “Ini sifatnya masih sementara. Nanti pasti ada perkembangan-perkembangan lain.

Dia menduga, kapal-kapal tua yang ditemukan di Malaysia, Filipina, Palembang, Rembang dan Cirebon diproduksi di Sabak dan ini sifatnya masih sementara. Nanti pasti ada perkembangan-perkembangan lain,” katanya lagi.

Kontroversial

Ali Akbar beserta tim ahli lainnya melakukan penelitian di situs Kapal Zabag. Observasi awal dimulai sejak April 2018 dan  7 Agustus 2019, ekskavasi mulai dilakukan. Ali Akbar yang dikenal kontroversial karena penelitiannya di situs Gunung Padang ini pun melibatkan mahasiswa Universitas Jambi (Unja) dan masyarakat setempat untuk melakukan ekskavasi.

Kemarau panjang masih melanda Kabupaten Tanjungjabung Timur (Tanjab Timur), Provinsi Jambi. Cuaca panas yang mencapai 31 derajat celcius menemani arkeolog dan ada 10 petugas ekskavasi orang yang terlibat melakukan ekskavasi Perahu Kuno, yang kini lebih dikenal sebagai Kapal Zabag.

"Konsepnya adalah bagaimana semua terlibat. Terutama masyarakat di dekat situs. Bukan hanya ilmu pengetahuan yang didapat, tetapi masyarakat setempat juga mendapat dampak positif lainnya,” kata Ali Akbar.

Ali Akbar memulai penggalian 7 Agustus 2019. Hingga kini proses ekskavasi sudah mencapai hampir 35 persen. Sebagian bentuk fisik kapal kuno sudah terlihat. Papan-papan kapal, pasak kayu, tali ijuk, gading dan gerabah tanah ditemukan di lokasi situs. Banyak hal menarik yang ditemukan oleh Ali Akbar. Hal itu yang membuatnya terlihat sangat semangat melakukan penelitian.

"Di situs kapal Zabag banyak hal menarik. Ada hal-hal yang belum ditemukan di Nusantara dan Asia Tenggara sejauh pengetahuan saya,” kata Ali.

Menurut dia, sejak tahun 1997 situs ini sudah dinyatakan sebagai peninggalan arkeologi yang penting. Karena kondisinya cukup rapuh, maka situs ditutup kembali. Menurut Ali, hasil sementara ekskavasi di sisi utara ditemukan ada tujuh papan. Menariknya papan-papan itu disambung dengan pasak kayu dan diikat dengen ijuk (tali) berwarna hitam. Bentuk yang sama juga ditemukan di sebelahnya.

Teknik Pasak kayu dan tali ijuk dikenal sebagai teknik Asia Tenggara. Bangsa-bangsa Asia Tenggara dan Nusantara sudah membuat kapal dengan teknik ini di abad ke 3. Salah satu contoh temuan di Palembang, Rembang dan Cirebon. Ada juga temuan kapal kuo di Ponti, Malaysia sudah menggunakan teknik ini. Begitu juga di Filipina abad 13-14 Masehi.

Dia menceritakan, temuan kapal karam di dasar laut Cirebon diperkirakan abad ke 10 menggunakan teknik yang sama. Sama juga seperti di Rembang kapal abad ke 8 menggunakan teknik yang sama. Namun untuk Kapal Zabag, Ali Akbar belum bisa memastikan usianya.

"Kita belum tahu usianya berapa, tetapi sampel kayunya sudah kita bawa ke Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) dan kira-kira kapal Zabag) rentan waktunya diperkirakan abad ke 3 sampai 14 Masehi," kata Ali Akbar.

Soal ukuran, Abe memperkirakan lebarnya mencapai 5.5 meter. Dilihat dari ukurannya tidak masuk kategori perahu, tetapi kapal. Bahkan kapal besar. Pendapat ini pun diperkuat oleh Prof. Chiara Nazarro, Arkeolog Maritim dari Italia. Dia menduga Kapal Zabag ini adalah kapal besar.

Kata dia dilihat dari kayu dan ketebalan papan, Kapal Zabag berukuran besar. Lebih besar dari Kapal Pinisi. Chiara mengungkap teknologi kapalnya hampir sama seperti Pinisi.

Baca juga: Arkeolog UI-ITB teliti Situs Gunung Sodong Bogor

Sementara itu Chiara mengaku sangat tertarik dengan situs Kapal Zabag ini dan saya sangat tertarik untuk menelitinya lebih dalam.

Saking tertariknya Chiara datang sendiri ke Lambur, Tanjab Timur tanpa diundang oleh Pemkab Tanjab Timur. Chiara saat ini sedang melakukan penelitian Kapal Pinisi bersama Ali Akbar. Mendapat kabar tentang Kapal Zabag dari Ali Akbar, dia langsung mengunjungi Lambur sekaligus berwisata.

Profesor Arkeologi dari Universitas Naple L’Orientale ini membandingkan dengan kapal-kapal tradisional kuno hasil penelitiannya di Mesir dan Afrika dan "Ini kapal besar. Unik dan ada hal yang sangar menarik,” katanya.

Menurut Abe, bentuk fisik yang nampak saat ini diperkirakan adalah geladak kapal, haluan dan buritan. Kata dia dia, di sekitar lokasi sebelah timur ada lagi seperti ujung perahu. Jaraknya sekitar 24 meter. Tetapi terlalu besar untuk ukuran perahu jaman dulu. Ada kemungkinan bukan satu perahu yang sama. Ada lebih dari satu.

Hingga kini, tunas kapal belum ditemukan dan hanya perkiraan dak kapal yang baru ditemukan namun tidak ditemukan kulitnya dan justru yang ditemukan kayu besar melintang. Bentuknya beda semua dengan teknologi perkapalan yang kita kenal. Biasanya di dekat kapat ditemukan macam-macam benda. Ini kosong. Kita menemukan pecahan-pecahan tembikar yang cukup tua, pecahan keramik.

Posisi kapal ini menurut Abe bukan karam, tetapi sedang parkir dan diperbaiki dan kalau kapal karam biasanya bawa muatan banyak, gading-gadingnya ditemukan jauh, sementara tunas belum ditemukan.

Papannya besar-besar dan tebal-tebal semua ketika dirangkai bisa menjadi kapal yang besar sekali dimana Papan-papan tebal ini yang jarang kita temukan dalam situs-situs lain. Di sekitar lokasi juga ditemukan lima papan terpisah, tetapi tersambung cukup baik.

Baca juga: Arkeolog: Gunung Padang struktur prasejarah terbesar Asia

Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2019