"Ini merupakan bagian dari dampak buruk industri ekstraktif yang mengeksploitasi sumber daya alam secara berlebihan namun sedikit upaya pemulihan," terangnya.
Selain itu, deforestasi juga masih masif terjadi untuk melanggengkan industri ekstraktif ini melalui Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) untuk pertambangan batubara dan aktivitas ekspansi sawit di kawasan hutan dengan atau tanpa izin.
Praktik buruk tata kelola sumber daya alam ini, menurut Raden, juga berjalan beriringan dengan pola intimidasi, kriminalisasi, hingga kekerasan serius yang kerap terjadi di wilayah perusahaan yang berpotensi tinggi konflik.
Menyikapi hal itu, pihaknya menyatakan sikap dan mendesak agar pemerintah untuk mengusut tuntas dan menegakkan hukum terhadap perusahaan-perusahaan perusak lingkungan.
Kemudian, mencabut izin perusahaan yang terbukti melanggar regulasi lingkungan dan hak masyarakat adat, lalu review dan Audit seluruh perijinan industri ekstraktif, tambang, sawit, HTI, HPH secara transparan dan dishare ke publik, serta stop pemberian izin baru.
Selanjutnya, pihaknya mendorong untuk dapat membentuk badan/lembaga/komisi khusus kejahatan lingkungan, agraria dan SDA, lalu membentuk pengadilan khusus kejahatan lingkungan.
"Stop solusi energi palsu, wujudkan energi terbarukan yang ramah lingkungan dan berkeadilan, serta akui wilayah kelola rakyat dan jalankan ekonomi nusantara yang berkeadilan dan ramah lingkungan," tutupnya.
Baca juga: Wali Kota Aditya ingatkan jangan ada pungli di pelayanan Disdukcapil