Banjarmasin (ANTARA) - Kuasa hukum AF terdakwa kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan kursi rapat dan kursi tunggu di Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan, Syafruddin menilai ada kejanggalan dalam kronologis perkara yang menjerat kliennya.
"Kami mendapati beberapa poin yang tidak sepakat dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum. Kami menilai ada kejanggalan dalam kronologis perkara ini," kata dia.
Apalagi menurut Syafruddin, penetapan tersangka lebih dahulu baru dilakukan audit dan itupun audit Inspektorat bukan dari BPKP.
"Itulah kejanggalan dakwaan dalam proses perkara ini," tegasnya.
Poin-poin itulah yang dipastikan Syafruddin akan dijadikan isi dalam eksepsi atas dakwaan jaksa dalam persidangan selanjutnya.
Diketahui AF yang saat perkara itu ditangani Kejari Tanah Bumbu berstatus pegawai tidak tetap di Pemkab Tanah Bumbu menjalani sidang perdana di Pengadilan Tipikor Banjarmasin pada Rabu (21/4).
Dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Jamser Simanjuntak, sidang perdana beragenda pembacaan dakwaan Jaksa Penuntut Umum, Wendra Setiawan yang juga merupakan Kasi Pidsus Kejari Tanbu.
AF didakwa melakukan tindak pidana seperti yang diatur dalam Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi.
Dibeberkan Wendra dalam dakwaannya, apa yang diduga dilakukan terdakwa melaksanakan dan mengkoordinasikan pengadaan kursi rapat dan kursi tunggu tidak tepat.
Karena terdakwa yang saat itu berstatus pegawai tidak tetap di Pemkab Tanbu bukan merupakan pejabat pembuat komitmen sehingga tidak memiliki kewenangan tersebut.
Menurut JPU, ada kerugian negara yang ditimbulkan dari dugaan tindak pidana korupsi tersebut yang nilainya mencapai lebih dari Rp1,8 miliar.
Jaksa juga tidak menampik bahwa perkara tersebut masih berkaitan dengan kasus yang menyeret mantan Sekda Kabupaten Tanbu RS yang juga dijadikan tersangka dan sudah ditahan oleh Kejari Tanbu pada Senin (19/4).
Ada kejanggalan kronologis perkara kursi rapat dan tunggu di Tanah Bumbu
Kamis, 22 April 2021 17:54 WIB
Kami mendapati beberapa poin yang tidak sepakat dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum. Kami menilai ada kejanggalan dalam kronologis perkara ini,"