Banjarmasin (ANTARA) - Ketua Dewan Pers Indonesia Mohammad Nuh, menyatakan, media itu harus mampu menjadi pendingin dikala atmosfir sosial politik memanas, sebaliknya media juga harus bisa menjadi penghangat, agar tidak terjadi kebekuan informasi.
"Sehingga aliran informasi berjalan lancar. Namun sebaliknya kalau hangatnya kebablasan akan lepas kendali, maka akan terjadi keos suasana tidak terkendalikan," kata Nuh dalam seminar Hari Pers Nasional (HPN) bertajuk "Media berkualitas untuk Pilkada Damai", di Banjarmasin, Jumat.
Kenapa Pilkada itu perlu..? Apa sih pilkada itu..?, seluruh mekanisme pemilihan eleksi, seleksi, kompetisi itu pada dasarnya ingin mendapatkan sosok pemimpin yang baik.
Sehingga Pilkada pada dasarnya adalah ingin mencari sosok yang terbaik di daerah, yang in sya Allah tahun 2020 ada 270 Pilkada yang akan digelar secara serentak di seluruh wilayah Indonesia.
Dengan Pilkada itu, diharapkan akan didapat sosok pemimpin yang baik sesuai dengan realista kondisi daerah masing-masing.
Untuk mewujudkannya, media mempunyai peran yang luar biasa untuk mempromosikan pikiran-pikiran cerdas dari sang calon pemimpin sebagai peserta Pilkada.
Tidak pantas dalam suasana pemilihan itu yang terjadi justru terjadi komplik, distori, tapi justru harus dipromosikan kebaikan-kebaikan dari para kandidat. Kebaikan itu akan bisa muncul dengan baik kalau suasanya damai.
Begitu suasana tidak kondusif, sesuatau hal yang akan menimbulkan pertengkaran, maka siapapun yang terjebak dalam pertengkaran, dia akan mengalami tiga kerugian sekaligus, entah sekelas rumah tangga, sekelas organisasi, sekelas negara sekalipun.
Kerugian pertama adalah kerugian energi. Energi akan habis dipakai untuk saling mencemooh satu dengan yang lain, saling bertengkar.
"Kalau kita saling mengejek dan suasana panas. Saya ibaratkan saat terjasi atmosfir panas, maka kita akan berkeringat, solusinya adalah membuka baju, lalu aurotnya terbuka, begitu terlihat aurotnya maka sholatnya tidak sah," terangnya.
Begitu juga dalam sosial politikpun demikian, karena saling mencaci-maki, mengumbar keburukan, bukan prestasinya yang dibuka, tetapi kekurangan-kekurangan akan tersebar.
"Kita tidak ingin Pilkada adem ayem kayak tidak ada apa apa, itu juga tidak bagus. Maka media berperan menjadi penghangat, sehingga atmosfirnya hangat maka aliran informasi berjalan lancar," tuturnya.
Namun sebaliknya kalau terlalu panas dan tidak terkendalikan, maka kita akan bertengkar, dan kehilangan energi, karena energi yang dimiliki habis dibentur-bentukan satu dengan yang lain.
Kerugian yang kedua, adalah akan hilangnya kesempatan, padahal kesempatan itu menjadi bagian modal yang luar biasa, untuk memajukan satu kelompok, organisasi, keluarga, atau wilayah maupun negara ini.
"Sudah tentu kalau kita ini suasana bertengkar, maka hidup ini tidak berkah,"
Dewan pers berharap agar media bisa menjadi penghangat jikalau terjadi kebekuan, pendingin jikalau terjadi atmosfir susana sosial pilik panas.
Demikian juga yang dilakukan Presiden dalam forum-forum seperti ini mewanti-wanti, dimana sebentar lagi akan dilakukan Pilkada, kabupaten, kota, provinsi semuanya bisa berjalan dengan baik, semuanya bisa mendapatkan sosok yang terbaik.
"Jadikanlah media sebagai independen tidak menempel ke satu kelompok tertentu, satu pasangan tertentu. Prinsif-prinsif idependensi, yang berkualitas itulah ruh dan kekuatan dari jurnal kita," demikian Mohammad Nuh.***3***
Dewan Pers: Media harus bisa menjadi pendingin dan pemanas
Jumat, 7 Februari 2020 13:59 WIB