Banjarmasin, (Antaranews Kalsel) - Fauzan Ramon kembali menyatakan keberatan terhadap terpilihnya sebagai Wakil Wali Kota Banjarmasin Hermansyah sebagai Ketua Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Kota Banjarmasin periode 2018-2022.

Fauzan menilai terpilihnya Hermansyah sebagai Ketua KONI telah  melanggar  aturan dan perundang-undangan, sehingga dia menyurati KONI Provinsi Kalimantan Selatan untuk menyatakan keberatan  terhadap keputusan tersebut.

"Saya sudah kirim surat dan saya selaku salah satu Pengurus Cabor Gulat menyatakan keberatan dan memohon kepada Ketua KONI Kalsel dapat menindaklanjuti surat keberatan saya," kata Fauzan, Kamis (10/1).

Seperti diketahui, pada Musyawarah Olahraga Kota Banjarmasin tanggal 29 Desember 2018, Wakil Wali Kota Banjarmasim Hermansyah yang didukung 32 pengurus cabor melenggang mulus menjadi kandidat tunggal calon Ketua KONI Kota Banjarmasin masa bakti 2018-2022 menggantikan Drs H Djumadri Masrun.

Sedangkan Fauzan Ramon yang hanya didukung tiga pengurus cabor, dinyatakan tidak memenuhi syarat oleh tim penjaringan dan penyaringan lantaran syarat minimal dukungan 15 cabor.

Padahal ketika mendaftarkan diri, Fauzan mengklaim mengantongi dukungan 17 pengurus cabor. Namun ternyata  tim penjaringan dan penyaringan hanya mengakui tiga cabor yang mendukung pengacara kondang itu, berdasarkan keabsahan tanda tangan ketua dan sekretaris cabor serta dari surat pernyataan dukungan.

Meski pemilihan telah berlalu, Fauzan tidak menyerah. Menurutnya, dia akan terus berjuang menegakkan aturan dan mematuhi Undang-Undang.

"Terpilihnya Hermansyah adalah cacat hukum, dan demi hukum agar terpilihnya Hermansyah harus dibatalkan.Jika  dia tetap dilantik, maka yang melantik juga melanggar hukum," tegasnya.

Dia menyatakan tidak mempersoalkan kekalahan. Namun tidak terima jika yang terpilih bukan yang berhak dipilih alias melanggar aturan hukum.

"Jabatan publik Wakil Walikota tidak dibenarkan rangkap jabatan Ketua KONI berdasarkan Undang-Undang No 3 tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional Pasal 40, yang secara tegas menyebutkan pengurus KONI baik pusat maupun provinsi dan kabupaten atau kota, bersifat mandiri dan tidak terikat dengan kegiatan jabatan struktural dan jabatan publik," paparnya.

Apalagi Mahmakah Konstitusi juga secara jelas dan tegas menolak uji materi Pasal 40 UU No 3 tentang SKN yang pernah diajukan seorang anggota Dewan Jatim Saleh Ismail Mukadar yang ketika itu terpilih jadi Ketua KONI Surabaya.

Fauzan menegaskan, keterlibatan pejabat publik sejatinya dapat penyebabkan terkendalanya kemandirian KONI serta mengganggu efektivitas pejabat itu sendiri dalam melaksanakan tugas pokoknya. 

Disamping itu, juga terbuka lebar kemungkinan terjadinya penyalahgunaan fungsi KONI untuk kepentingan pribadi pejabat yang bersangkutan.

Menurut Fauzan lagi, Wakil Ibnu Sina di Pemkot Banjarmasin itu harus memberi contoh tauladan yang baik dalam kepatuhan terhadap hukum dan perundang-undangan. Bukan malah sebaliknya, secara sengaja menabrak aturan yang posisinya bertentangan dengan prinsip Good Goverment yang salah satunya adalah tegaknya supremasi hukum.

Sebagaimana dikatakan Ketua Bidang Hukum Pembina dan Pengawas Olahraga Profesional Indoneia (BPPOPI) Haryo Yuniarto, tambah Fauzan, yang mengingatkan bahwa ada implikasi hukum yang harus diterima oleh pejabat publik apabila nekat menjadi Ketua KONI yaitu sanksi berupa tidak diakuinya sampai tundanya pengucuran dana anggaran sesuai PP No 16 tahun 2007 tentang

Penyelenggaraan  Keolahragaan dan Pasal 56 ayat 4 menyatakan bahwa pengurus sebagaimana dimaksud aturan dilarang memegang suatu jabatan publik yang diperoleh melalui suatu proses pemilihan langsung oleh rakyat atau melalui pemilihan di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Pewarta: Firman

Editor : Ulul Maskuriah


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2019