Petugas Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Kota Bandung melakukan aksi kampanye "Food Waste" di Jalan Arjuna, Bandung, Jawa Barat, Senin (31/10/2022). ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi/tom.


Food loss dan food waste-- makanan yang terbuang dan menjadi sampah-- atau sering juga dikiaskan sebagai "boros makanan", makin kerap didiskusikan dalam beberapa waktu terakhir.

Kampanye melawan sikap kurang menghargai makanan ini bahkan mendorong Pemerintah semakin serius menyikapinya.

Faktanya, dalam beberapa tahun belakangan ini, istilah food loss dan food waste, telah menyita banyak pihak untuk membahasnya sekaligus mencari cara menguranginya hingga batas yang wajar.

Beberapa kalangan malah menyebut food loss dan food waste, pada dasarnya, merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kekokohan ketahanan pangan suatu bangsa.

Itu sebabnya, akan menjadi sangat serius dan hal yang wajar bila persoalan food loss dan food waste ini diposisikan ke dalam salah satu upaya untuk memperkuat ketahanan pangan itu sendiri. Atau bisa juga disebutkan food loss dan food waste sudah saatnya memperoleh porsi khusus dalam kebijakan perencanaan dan penganggaran.

Hal ini penting dicermati karena dari hulu hingga hilir, sering kali semua dihadapkan pada food loss dan food waste yang tidak terbayangkan sebelumnya. Lebih jauh lagi, bila diamati di sisi hilir, ternyata banyak perilaku masyarakat yang kurang mendukung pada upaya pengurangan food loss dan food waste itu sendiri.

Menurut FAO dalam The State of Food Agriculture 2019, yang dimaksud dengan food loss adalah limbah makanan atau makanan yang terbuang karena kondisi makanan yang sudah tidak layak konsumsi atau berkualitas rendah. Misalnya, produk makanan olahan yang kedaluwarsa atau expired.

Adapun food waste merupakan istilah untuk makanan yang terbuang. Padahal makanan itu masih layak dikonsumsi dan memenuhi gizi seimbang seperti saat seseorang selesai makan padahal masih ada sisa makan tapi sisa tersebut dibuang begitu saja.

Namun apakah banyak orang tahu bahwa rata-rata setiap orang di Indonesia membuang 300 kg makanan setiap tahun? Hal ini menjadikan negara ini di urutan kedua pembuang makanan terbesar di dunia setelah Saudi Arabia. Inilah yang patut dicermati bersama untuk dicarikan solusinya.

Indonesia diperkirakan menghasilkan jutaan ton sampah makanan setiap tahunnya. Timbunan food loss dan food waste Indonesia pada 2000-2019 yaitu 23-48 juta ton/tahun setara dengan 115- 184 kg/kapita/tahun. Studi menemukan lebih dari 30 persen sampah di Indonesia berasal dari makanan.

Kehilangan ini menghasilkan kerugian sebesar Rp213 triliun -- Rp551 triliun/tahun atau setara dengan 4-5 persen PDB Indonesia per tahun. Adapun dari sisi sosial kehilangan energi yang susut akibat food loss dan food waste setara dengan porsi makan 61 juta -- 125 juta per orang (atau 29-47 persen penduduk). Hal ini berbanding terbalik dengan data FAO bahwa terdapat 907 juta penduduk di negara berkembang mengalami kekurangan pangan dan kelaparan.

Food loss atau food waste, dapat terjadi mulai hulu hingga hilir. Yang sering jadi bahan perbincangan adalah food loss atau food waste  pada pascapanen. Selama ini kehilangan hasil panen lebih disebabkan oleh lemahnya teknologi pascapanen yang dimiliki petani.

Akibatnya, wajar jika kehilangan pascapanen komoditas padi ini masih berkisar di angka 9 persen. Sebuah angka yang cukup tinggi dalam konteks pembangunan pertanian. Padahal kalau saja semua mampu menerapkan teknologi pascapanen dengan baik, mestinya bangsa ini mampu menekan kehilangan hasil panen hingga di angka 5 persen.

Upaya mengurangi kehilangan hasil panen, memang digarap sejak puluhan tahun silam. Hal itu harus dibuat seiring dengan arah dan orientasi pembangunan pertanian, yang saat ini masih condong pada peningkatan produksi. Urusan pascapanen itu sendiri harus mulai mendapat perhatian, baik dari sisi perencanaan atau pun dalam penganggarannya.

Masalah serius

Food loss dan food waste jika tidak ditangani dengan serius, dikhawatirkan akan muncul menjadi masalah yang cukup serius di masa depan.

Kalau sampai saat ini belum ada lembaga di tingkat nasional yang mengelola food loss dan food waste, tentunya penting dipikirkan untuk mulai menyusun inisiatif yang sistematik.

Badan Pangan Nasional, misalnya perlu untuk diperkuat perannya agar dapat memerankan diri sebagai prime mover dalam menghadapi food loss dan food waste ini.

Melalui kekuasaan dan kewenangannya sebagai lembaga Pemerintah di tingkat nasional yang menangani urusan pangan, Badan Pangan Nasional harus mampu untuk melahirkan grand design penanganan food loss dan food  waste secara utuh, holistik, dan komprehensif.

Di sisi lain, hadirnya lembaga di tingkat nasional yang menangani soal food loss dan food waste, diharapkan mampu melakukan koordinasi yang berkualitas diantara para pihak yang terlibat dalam urusan limbah makanan.

Keterikatan dan keterkaitan antara dunia akademisi, dunia usaha, dan dunia komunitas menjadi sangat penting untuk dijadikan model pengelolaan yang profesional.

Selama ini memang terekam ada beberapa lembaga swadaya masyarakat, baik yang memiliki jejaring dengan dunia internasional mau pun domestik, yang secara khusus menaruh perhatian serius terhadap food loss dan food waste. Mereka masih berjalan parsial dan belum dikuatkan secara sistemik.

Itu sebabnya, dalam penyusunan RPJP 25 tahun mendatang, esensi dari food loss dan food waste ini, sudah saatnya masuk menjadi isu strategis yang spiritnya tidak terlepas dari pembangunan ketahanan pangan.

Limbah bahan pangan atau sering juga disebut sebagai limbah makanan tidak boleh dibiarkan. Bangsa ini berkewajiban mengelolanya secara cerdas.

Inilah saatnya mencegah boros makanan demi menciptakan ketahanan pangan berkelanjutan.



*) Entang Sastraatmadja adalah Ketua Harian DPD HKTI Jawa Barat.
 

Pewarta: Entang Sastraatmadja 

Editor : Mahdani


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2023