Direktorat Polisi Perairan dan Udara (Ditpolairud) Polda Kalimantan Selatan berhasil menangkap dua kapal yang mengangkut ribuan kayu olahan dan kayu bulat hasil perambahan hutan.
"Kapal KM Abdurrahman 11 mengangkut kayu olahan 5.370 keping atau 76,4352 meter kubik dan kapal KM Berkat Rahim ditemukan 245 potong kayu bulat atau 35,89 meter kubik," terang Dirpolairud Polda Kalsel Kombes Pol Takdir Mattanete di Banjarmasin, Jumat.
Terungkapnya tindak pidana illegal logging atau penebangan liar itu bermula informasi masyarakat ada aktivitas mencurigakan pada dua kapal yang melintas di Sungai Alalak, Kota Banjarmasin pada Senin (7/3).
Tim Subdit Gakkum Ditpolairud Polda Kalsel dipimpin AKBP Moch Isharyadi Fitriawan kemudian bergerak cepat memeriksa dokumen kapal dan barang yang diangkutnya.
Hasilnya, kayu-kayu yang dibawa tidak memiliki dokumen sah sebagaimana peraturan perundang-undangan. Sumber kayu juga tidak sesuai dengan dokumen yang ditunjukkan pelaku saat pemeriksaan.
Untuk 5.370 keping kayu olahan yang di antaranya berjenis kayu jingah, tarap, tiwadak banyu dan terantang, ditetapkan sebagai tersangka WY (35) sebagai pengangkut kayu. Tersangka mengaku membawa kayu dari Desa Tabatan, Kabupaten Barito Kuala untuk dijual ke Banjarmasin.
"Jadi modus operandi dengan menggunakan UD Karya Bersama yang izinnya sudah tidak berlaku lagi untuk membuat dokumen nota angkutan kayu olahan," jelas Takdir yang merilis kasus didampingi wakilnya AKBP Andi Adnan Syafruddin bersama Kabid Humas Polda Kalsel Kombes Pol Mochamad Rifa'i.
Sementara 245 potong kayu bulat berbagai jenis seperti meranti, bintangur, terantang dan jambon menyeret tiga tersangka dengan peran berbeda. Pertama AJ (42) sebagai pengangkut kayu, PM (21) pengawal kayu sampai tujuan dan AB (42) pemilik kayu yang merupakan oknum anggota Polri.
Dari pengakuan tersangka, kayu berasal dari Desa Tambak Bajai, Kecamatan Dadahup, Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah untuk dijual ke Banjarmasin.
Untuk modusnya, pelaku menggunakan surat yang dikeluarkan oleh kepala desa untuk melegalkan kayu yang diangkut. Sementara hasil pemeriksaan polisi,
tidak memiliki dokumen surat keterangan sahnya hasil hutan (SKSHH) sebagai pengganti dokumen surat angkatan kayu bulat (SAKB) yang dikeluarkan pejabat berwenang.
Keempat tersangka dijerat Pasal 83 ayat 1 huruf B Undang-Undang RI No 18 tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan dengan ancaman paling singkat 1 tahun dan paling lama 5 tahun serta pidana denda paling sedikit Rp500 juta dan maksimal Rp2,5 miliar.
Khusus untuk oknum anggota Polri yang terlibat, Rifa'i menyebut bakal dijerat sanksi internal selain pidana umum sesuai pelanggarannya.
"Seperti yang sudah-sudah setiap oknum anggota Polri yang berbuat pelanggaran hukum kena dua-duanya yaitu pidana dan disiplin," jelasnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2022
"Kapal KM Abdurrahman 11 mengangkut kayu olahan 5.370 keping atau 76,4352 meter kubik dan kapal KM Berkat Rahim ditemukan 245 potong kayu bulat atau 35,89 meter kubik," terang Dirpolairud Polda Kalsel Kombes Pol Takdir Mattanete di Banjarmasin, Jumat.
Terungkapnya tindak pidana illegal logging atau penebangan liar itu bermula informasi masyarakat ada aktivitas mencurigakan pada dua kapal yang melintas di Sungai Alalak, Kota Banjarmasin pada Senin (7/3).
Tim Subdit Gakkum Ditpolairud Polda Kalsel dipimpin AKBP Moch Isharyadi Fitriawan kemudian bergerak cepat memeriksa dokumen kapal dan barang yang diangkutnya.
Hasilnya, kayu-kayu yang dibawa tidak memiliki dokumen sah sebagaimana peraturan perundang-undangan. Sumber kayu juga tidak sesuai dengan dokumen yang ditunjukkan pelaku saat pemeriksaan.
Untuk 5.370 keping kayu olahan yang di antaranya berjenis kayu jingah, tarap, tiwadak banyu dan terantang, ditetapkan sebagai tersangka WY (35) sebagai pengangkut kayu. Tersangka mengaku membawa kayu dari Desa Tabatan, Kabupaten Barito Kuala untuk dijual ke Banjarmasin.
"Jadi modus operandi dengan menggunakan UD Karya Bersama yang izinnya sudah tidak berlaku lagi untuk membuat dokumen nota angkutan kayu olahan," jelas Takdir yang merilis kasus didampingi wakilnya AKBP Andi Adnan Syafruddin bersama Kabid Humas Polda Kalsel Kombes Pol Mochamad Rifa'i.
Sementara 245 potong kayu bulat berbagai jenis seperti meranti, bintangur, terantang dan jambon menyeret tiga tersangka dengan peran berbeda. Pertama AJ (42) sebagai pengangkut kayu, PM (21) pengawal kayu sampai tujuan dan AB (42) pemilik kayu yang merupakan oknum anggota Polri.
Dari pengakuan tersangka, kayu berasal dari Desa Tambak Bajai, Kecamatan Dadahup, Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah untuk dijual ke Banjarmasin.
Untuk modusnya, pelaku menggunakan surat yang dikeluarkan oleh kepala desa untuk melegalkan kayu yang diangkut. Sementara hasil pemeriksaan polisi,
tidak memiliki dokumen surat keterangan sahnya hasil hutan (SKSHH) sebagai pengganti dokumen surat angkatan kayu bulat (SAKB) yang dikeluarkan pejabat berwenang.
Keempat tersangka dijerat Pasal 83 ayat 1 huruf B Undang-Undang RI No 18 tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan dengan ancaman paling singkat 1 tahun dan paling lama 5 tahun serta pidana denda paling sedikit Rp500 juta dan maksimal Rp2,5 miliar.
Khusus untuk oknum anggota Polri yang terlibat, Rifa'i menyebut bakal dijerat sanksi internal selain pidana umum sesuai pelanggarannya.
"Seperti yang sudah-sudah setiap oknum anggota Polri yang berbuat pelanggaran hukum kena dua-duanya yaitu pidana dan disiplin," jelasnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2022