Adalah Saekon, seorang pedagang ayam goreng yang kini pelanggan tetapnya hingga seratuan orang itu wajahnya terlihat sumringah.
Tersenyum, tak banyak kata dalam melayani pelangganya membuat banyak pelangganya tak "mau ke lain hati" untuk sebuah ayam goreng.
Wajar Saekon yang akarp di sapa "Pak Ekon" itu kini mulai memiliki seratuan pelanggan tetap.
Kariernya sebagai pedagang ayam goreng yang terkenal itu mulai digeluti sejak 11 tahun silam.
Awalnya ia seorang pedagang ayam goreng yang berjaja di pinggir-pinggir jalan atau yang biasa disebut pedagang kaki lima.
Tak ada yang istimewa ayam goreng Pak Ekon layaknya ayam goreng pedagang kaki lima lainnya yang masih minim pengalaman.
Hal yang lazim terjadi sesama pedagang ayam goreng, Pak Ekon mendapatkan kawan yang sama-sama profesinya berjualan ayam goreng bernama Pak Edi.
Berbeda dengan Pak Ekon yang murni sebagai pedagang ayam goreng kaki lima, Pak Edi adalah seorang guru agama di SMK Swadaya Banjarmasin.
Sebagai pekerja keras, sepulang mengajar Pak Edi tidak mau berdiam diri dan ia membuka rumah toko (ruko) di Jalan Brigjend Hasan Basri No. 52, Sungai Miai, Banjarmasin, sebagai tempat berjualan yang dipasang nama "ayam goreng Semarang".
Persahabatan yang terjalin dua pedagang ayam goreng itu semakin akrap dan bagaikan seorang saudara.
Saat sang guru agama menderita sakit gula darah, Edi mempercayakan tempat usahanya kepada "shohibnya" yang masih berjualan di pinggir jalan.
Ekon pun tak berkeberatan jika tempat tersebut harus menyewa sebesar Rp25 juta per tahun.
Karena penyakitnya semakin berat, mantan guru agama itu akhirnya meninggal dunia pada 2016.
Persahabatan seorang guru agama yang akhirnya menjadi seorang pedagang ayam goreng bermerk Ayam Goreng Semarang dan pedagang ayam goreng kaki lima itu terjalin begitu hangat.
Sepeninggal sahabatnya, palng nama ruko ayam goreng Pak Edi itu pun berubah menjadi "ayam goreng Semarang Pak Ekon".
Dalam melayani penggemarnya, Ekon mengaku mendapatkan bahan baku ayam pedaging atau ayam negeri dan sayur-mayur dibeli dari pasar lokal, yakni Pasar Anyar atau Pasar Antasari di Jalan Jati dan Pasar Lama di Jalan Sulawesi.
Pelanggan yang datang setiap hari rata-rata kisaran 80-100 orang.
Harga yang dibandrol ayam goreng pak ekonpun cukup terjangkau yakni Rp16.000-Rp21.000 satu porsi.
Kerja keras Ekon tak sia-sia, sejak berjualan ayam goreng kini telah menghasilkan keuntungan yang ditaksir satu miliar lebih.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2022
Tersenyum, tak banyak kata dalam melayani pelangganya membuat banyak pelangganya tak "mau ke lain hati" untuk sebuah ayam goreng.
Wajar Saekon yang akarp di sapa "Pak Ekon" itu kini mulai memiliki seratuan pelanggan tetap.
Kariernya sebagai pedagang ayam goreng yang terkenal itu mulai digeluti sejak 11 tahun silam.
Awalnya ia seorang pedagang ayam goreng yang berjaja di pinggir-pinggir jalan atau yang biasa disebut pedagang kaki lima.
Tak ada yang istimewa ayam goreng Pak Ekon layaknya ayam goreng pedagang kaki lima lainnya yang masih minim pengalaman.
Hal yang lazim terjadi sesama pedagang ayam goreng, Pak Ekon mendapatkan kawan yang sama-sama profesinya berjualan ayam goreng bernama Pak Edi.
Berbeda dengan Pak Ekon yang murni sebagai pedagang ayam goreng kaki lima, Pak Edi adalah seorang guru agama di SMK Swadaya Banjarmasin.
Sebagai pekerja keras, sepulang mengajar Pak Edi tidak mau berdiam diri dan ia membuka rumah toko (ruko) di Jalan Brigjend Hasan Basri No. 52, Sungai Miai, Banjarmasin, sebagai tempat berjualan yang dipasang nama "ayam goreng Semarang".
Persahabatan yang terjalin dua pedagang ayam goreng itu semakin akrap dan bagaikan seorang saudara.
Saat sang guru agama menderita sakit gula darah, Edi mempercayakan tempat usahanya kepada "shohibnya" yang masih berjualan di pinggir jalan.
Ekon pun tak berkeberatan jika tempat tersebut harus menyewa sebesar Rp25 juta per tahun.
Karena penyakitnya semakin berat, mantan guru agama itu akhirnya meninggal dunia pada 2016.
Persahabatan seorang guru agama yang akhirnya menjadi seorang pedagang ayam goreng bermerk Ayam Goreng Semarang dan pedagang ayam goreng kaki lima itu terjalin begitu hangat.
Sepeninggal sahabatnya, palng nama ruko ayam goreng Pak Edi itu pun berubah menjadi "ayam goreng Semarang Pak Ekon".
Dalam melayani penggemarnya, Ekon mengaku mendapatkan bahan baku ayam pedaging atau ayam negeri dan sayur-mayur dibeli dari pasar lokal, yakni Pasar Anyar atau Pasar Antasari di Jalan Jati dan Pasar Lama di Jalan Sulawesi.
Pelanggan yang datang setiap hari rata-rata kisaran 80-100 orang.
Harga yang dibandrol ayam goreng pak ekonpun cukup terjangkau yakni Rp16.000-Rp21.000 satu porsi.
Kerja keras Ekon tak sia-sia, sejak berjualan ayam goreng kini telah menghasilkan keuntungan yang ditaksir satu miliar lebih.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2022