Banjarmasin, (Antaranews Kalsel) - Bupati Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan, Mardani Haji Maming menilai, pembagian royalti dari hasil tambang batubara selama ini tidak adil.


Bupati termuda di Kalimantan Selatan (Kalsel) mengemukakan itu dalam sebuah diskusi nasional bertajuk "Indonesia Berdialog" yang digelar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lambung Mangkurat (Unlam) Banjarmasin, Selasa.

Dalam diskusi yang bertema "Sumber Daya Alam Pilar Kekayaan Ekonomi Indonsia" itu terungkap, Kabupaten Tanah Bumbu (Tanbu) salah satu daerah penghasil batu bara terbesar di Kalsel, namun hanya menerima bagian royalti Rp250 miliar tiap tahun.

Semestinya daerah pemekaran dari Kabupaten Kotabaru, Kalsel tahun 2003 itu mendapatkan royalti dari hasil tambang batu bara atau "emas hitam" tersebut tiap tahun bisa mencapai triliunan rupiah.

Karena itu, kader Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) itu mendesak pemerintah pusat agar meninjau kembali mekanisme atau aturan pembagian royalti dari hasil pertambangan batu bara.

Selain itu, orang nomor satu di jajaran pemerintah kabupaten (Pemkab) Tanbu tersebut meminta semua elemen masyarakat, terutama mahasiswa untuk turut memperjuangkan hak daerah dari hasil sumber daya alam (SDA).

Ia mengaku, potensi batu bara memberikan kontribusi besar bagi pendapatan daerah dari bantuan pihak ketiga atau perusahaan pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan royalti.

"Oleh sebab itulah, Pemkab `Bumi Bersujud` Tanbu mampu membangun infrastruktur, memberkan pelayanan secara gratis untuk kesehatan dan pendidikan masyarakat setempat, serta pembangunan lain," demikian Mardani H Maming.

Hal senada di Bupati Tabalong, Kalsel H Anang Syahfiani, seraya menambahkan, pembagian royalti tersebut buka cuma tidak ideal, tapi juga cukup ironis.

Ia mencontohkan kabupatennya belakangan dana alokasi umum (DAU) dikurangi, dan dana alokasi khusus (DAK) ditiadakan. "Hal itu, karena pemerintah pusat menilai sebagai daerah penghasil memiliki kemampuan fiskal tinggi," tuturnya.

"Kebijakan pemerintah pusat itu membuat `Bumi Saraba Kawa` Tabalong mengalami dua kali kerugian," ujar Anang Syahfiani yang belum lama menjadi orang nomor satu di jajaran Pemkab tersebut.

"Oleh sebab itu, kita berharap agar pemerintah pusat merevisi peraturan tersebut," lanjutnya dalam diskusi nasional yang dipandu dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unlam Wahyudin Nor.

Diskusi nasional yang berlangsung di ruang Rektorat Unlam di Jalan Brigjen Hasan Basry-Kayu Tangi Banjarmasin itu menghadirkan sejumlah narasumber Bupati Tanbu dan Tabalong yang merupakan daerah penghasil tambang batu bara.

Selain itu, pengamat eknomi dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unlam Syahritual Siregar, serta perwakilan Dinas Pertambangan Kalsel Gunawan Harjito.

Sedangkan peserta diskusi nasional tersebut antara lain 186 orang dari Ikatan Senat Mahasiswa Ekonomi yang berasal dari 26 universitas/perguruan tinggi di Indonesia.

Pewarta: Syamsuddin Hasan

Editor : Asmuni Kadri


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2014