Amuntai, Kalsel, (Antaranews Kalsel) - Kepala Bidang Pelayanan Kesehatan, Dinas Kesehatan (Dinkes) Kalimantan Selatan, Noor Ali Purnama mengatakan terdapat empat faktor bisa menyebakan terjadinya kasus kurang gizi dan gizi buruk.


"Keempat komponen dimaksud adalah aspek produksi pangan, aspek distribusi pangan, akses masyarakat terhadap pangan yang bergizi serta aspek konsumsi," ujar Ali di Amuntai Kabupaten Hulu Sungai Utara, Selasa.

Dia menjelaskan, Dinas Kesehatan Kalsel merasa keberatan jika banyaknya temuan kasus gizi buruk, dan gizi kurang yang dialami bayi dan balita yang terus mengalami peningkatan, mejadi tanggung jawab Dinas Kesehatan semata.

Padahal, banyak pihak, instansi pemerintah yang terkait pada persoalan distribusi pangan, penyuluhan dan tenaga kader di desa turut menciptakan kondisi di masyarakat yang terjadi temuan kasus gizi kurang dan gizi buruk.

Dinkes, kata Ali melalui siaran pers pemda, hanya melakukan tugas dan fungsi dari satu komponen saja yang bisa dikaitkan dengan kasus gizi buruk tersebut, yakni terkait aspek konsumsi.

"Itu pun hanya pada upaya promosi atau kampanye kesehatan," kata Noor Ali.

Terjadinya kasus gizi buruk pada bayi dan balita yang jelas akibat kurangnya asupan makanan bergizi baik oleh Ibu maupun balita.

"Terkait asupan gizi, tentu tidak hanya terkait bidang kesehatan semata melainkan juga terkait pangan, penyuluhan KB, keaktifan kader dan kelembagaan posyandu," tandasnya.

Ali menegaskan, perlu komitmen dan kerjasama antar instansi terkait agar kasus gizi kurang yang kecenderungannya di Kalsel terus meningkat dalam waktu lima tahun terakhir ini bisa diturunkan.

Dia meminta peran instansi pemerintah terkait khususnya yang bergerak pada aspek produksi, distribusi dan akses terhadap pangan agar bekerja sama dan berkoordinasi untuk mengatasi kasus gizi buruk dan gizi kurang.

"Saat ini ada lima kabupaten/kota di Kalsel yang ditetapkan masuk revalensi gizi kurang termasuk Kabupaten Hulu Sungai Utara," Terangnya.

Kepala Dinkes Hulu Sungai Utara drg Isnur Hatta menyatakan dari pihak Dinkes sendiri telah fokus pada upaya menurunkan angka gizi buruk dan gizi kurang sehingga pada raker kesehatan tahun ini diangkat tema upaya bersama mengatasi gizi buruk ini.

"Hingga kini belum diketahui pasti yang menjadi penyebab mengapa kasus gizi kurang ini masih tinggi di daerah kita" kata Isnur.

Namun melalui Rakerkeskab 2014 yang berlangsung selama selama tiga hari (5-7 Nopember) di Aula MAN 2 Amuntai dihasilkan sejumlah rekomendasi untuk mengatasi kasus gizi kurang dan gizi buruk.

Selain menyampaikan rekomendasi untuk Dinkes Kalsel dan Dinkes Kabupaten Hulu Sungai Utara, juga disampaikan rekomendasi bagi Badan Pelaksana Jaminan Kesehatan (BPJS), Tim Penggerak PKK, pihak rumah sakit, puskesmas, Kantor Keluarga Berencana dan Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa.

Isnur merinci, rekomendasi yang disampaikan diantaranya meningkatkan kompetensi petugas kesehatan, penambahan alat kesehatan, anggaran khusus untuk menangani bayi dan balita gizi kurang serta meningkatkan kerjasama lintas sektor pada kegiatan posyandu.

Tingginya angka perceraian akibat pernikahan usia dini, katanya juga menyebabkan bayi dan balita terlantar sehingga penyuluh KB diminta meningkatkan penyuluhan kepada remaja.

"Peran posyandu paling banyak direkomendasikan, terkait peran kader, peran anggota PKK dan kelembagaan posyandu" tuturnya.

  Kepada pihak rumah sakit juga disarankan menyediakan ruangan khusus penanganan pasien gizi buruk, sehingga pelayanan kepada pasien bayi dan balita gizi kurang dan gizi buruk bisa lebih maksimal.   

Pewarta: Imam Hanafi

Editor : Hasan Zainuddin


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2014