Bank Mandiri memprediksi tidak ada banyak penambahan debitur yang mengajukan restrukturisasi kredit dampak COVID-19 setelah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memutuskan memperpanjang pemberian relaksasi tersebut hingga 2021.
"Walau dengan adanya PSBB (pembatasan sosial berskala besar), dampak terhadap UKM tidak akan terlalu besar," kata Direktur Manajemen Risiko Bank Mandiri Ahmad Siddik Badruddin ketika pemaparan kinerja kuartal III 2020 secara virtual di Jakarta, Senin.
Bank BUMN ini mencatat hingga 30 September 2020, jumlah kredit yang direstrukturisasi mencapai Rp116,4 triliun kepada total 525.665 debitur.
Rinciannya, kredit pelaku UMKM mencapai Rp47,7 triliun diajukan 406.434 debitur dan segmen non-UMKM mencapai Rp68,6 triliun kepada 119.231 debitur.
Dari jumlah pelaku usaha yang direstrukturisasi itu, Ahmad memprediksi sekitar 10-11 persen debitur tidak bisa bangkit kembali.
Baca juga: Bank Mandiri menyalurkan kredit Rp42,6 triliun dari dana negara
"Itu yang kami antisipasi mungkin tahun depan kami harus downgrade NPL karena tidak ada gunanya merestrukturisasi debitur yang sudah mati atau tidak bisa bangkit," katanya.
Sementara itu, persentase kredit bermasalah (NPL) secara keseluruhan untuk konsolidasi BUMN ini mencapai 3,33 persen, lebih tinggi dibandingkan periode sama tahun lalu mencapai 2,53 persen.
Baca juga: Bank Mandiri komitmen pimpin pasar sindikasi Indonesia
Sebelumnya, OJK memutuskan memperpanjang kebijakan restrukturisasi kredit selama setahun untuk mendorong pemulihan ekonomi nasional.
Hingga 28 September 2020, OJK mencatat realisasi restrukturisasi kredit mencapai Rp904,3 triliun untuk 7,5 juta debitur.
Sedangkan OJK mencatat NPL pada September 2020 mencapai 3,15 persen, menurun dibandingkan bulan sebelumnya mencapai 3,22 persen.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2020