Banjarmasin,  (Antaranews Kalsel) - Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia Kalimantan Selatan mengharapkan kurikulum 2013 yang mulai berlaku tahun pelajaran 2014/2015 berkesinambungan, sehingga melahirkan sosok-sosok berkualitas bagi bangsa Indonesia.


"Karena itu, kurikulum 2013 perlu kita telaah dan kritisi sebagai wujud kontribusi agar kurikulum yang berjalan dapat berkesinambungan," ujar Ketua DPD I Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia Kalsel yang diwakili Munajah Naila Ulya di Banjarmasin, Minggu.

Menurut dia, sekian kali berganti kurikulum ketika tidak ada perubahan yang komprehensif bagi Indonesia, tak akan melahirkan kualitas ideal bagi bangsa sebagaimana harapan bersama, karena politik negara terimplementasi dalam politik pendidikan.

"Kita melihat ketika negeri ini dengan sistem demokrasi-kapitalismenya dan berpaku pada ekonomi kapitalis, maka nuansa kapitalisasi itu juga sangat kental kita lihat dalam berbagai sudut dan subsistem di negeri ini, termasuk pendidikan," ujarnya.

Terpanggil akan tanggung jawab pendidikan tersebut, lanjutnya, Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia (MHTI) Kalsel menggelar seminar pendidikan, terutama berkaitan kurikulum 2013 dan sekaligus memaknai 69 tahun Indonesia merdeka.

"Kita bersyukur peserta seminar yang berlangsung di Gedung Serba Guna Universitas Lambung Mangkurat (Unlam) Banjarmasin, 16 Agustus lalu itu mencapai ratusan orang terdiri atas guru dan mahasiswi," tuturnya.

"Banyaknya peserta seminar dengan tema `Kurikulum 2013 Antara Harapan dan Realita` itu menunjukkan kepedulian MHTI bersama guru dan mahasiswi di daerah ini terhadap pendidikan," lanjutnya.

Tingginya minat mengikuti seminar tersebut, menurut dia, karena masalah pendidikan merupakan bagian penting terlahirnya generasi-generasi mendatang yang tentu pula menjadi calon generasi pemimpin.

Pada kesempatan terpisah, Ketua Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Kalsel H Dahri juga mengritisi kurikulum pendidikan di republiknya yang gonta-ganti.

"Seingat saya, sejak era reformasi sudah empat kali ganti kurikulum, yang materinya tidak terlalu jauh berbeda dari masing-masing kurikulum tersebut," ujar alumnus Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Unlam itu.

Menurut mantan anggota DPRD Kalsel itu, menunjukkan belum adanya sistem pendidikan yang baku, sehingga cenderung mencontoh negara-negara lain yang belum tentu pula sesuai dengan kondisi bangsa Indonesia.

"Gonta-ganti kurikulum itu tampaknya tidak terlepas dari pergantian orang-orang pintar di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tersebut, yang mempunyai konsep dan asal pendidikannya berbeda-beda," demikian Dahri.

Pewarta:

Editor : Imam Hanafi


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2014