Sebagai perwakilan pemerintah negaranya, Duta Besar Pakistan untuk Indonesia, Abdul Salik Khan, banyak berharap akan peningkatan hubungan bilateral antara Pakistan dengan Indonesia.
Hal itu yang berulang kali ia sampaikan pada sesi wawancara khusus ketika mengunjungi ruang redaksi LKBN ANTARA di Jakarta, Kamis (3/10).
Peningkatan hubungan yang disebut oleh Dubes Salik Khan, di antaranya untuk bidang ekonomi, terutama perdagangan ekspor dan impor, serta bidang hubungan orang-perorangan atau yang biasa disebut p to p, people-to-people contact, khususnya pariwisata.
Untuk urusan ekonomi, penandatanganan Perjanjian Perdagangan Preferensial (PTA: Preferential Trade Agreement) pada 2012 setidaknya menjadi salah satu tonggak hubungan perdagangan yang baik antara kedua negara hingga saat ini.
Hal itu sebagaimana dikatakan oleh Dubes Salik Khan, "PTA merupakan salah satu dokumen terpenting yang sudah ditandatangani oleh kedua negara untuk memperkuat relasi ekonomi."
Dengan PTA tersebut, baik Indonesia maupun Pakistan mendapatkan keistimewaan yang di antaranya berupa pengurangan atau bahkan penghapusan tarif bea masuk produk ketika melakukan ekspor.
Tercatat nilai perdagangan yang dilakukan kedua negara saat ini berada pada angka sekitar tiga miliar dollar AS. Dari jumlah itu, sebanyak 2,4 miliar dollar AS merupakan nilai untuk Indonesia, sementara Pakistan baru mencapai angka sisanya, yaitu sekitar 600 juta dollar AS.
Peningkatan ekspor
Dengan nilai perdagangan Pakistan yang masih empat kali lipat di bawah Indonesia, pihak Pakistan menyasar kenaikan pada nilai ekspor dari negaranya.
"Kami ingin berfokus untuk meningkatkan ekspor Pakistan ke Indonesia, dan pada Maret tahun lalu, atas permintaan kami, ada tambahan sebanyak 20 'tariff rates' (komoditas yang masuk dalam daftar impor oleh Indonesia) yang diberikan kepada Pakistan," ujarnyao.
Selain itu, sebagai pasar perdagangan yang sedang berkembang, Pakistan juga membuka diri seluasnya bagi para investor, termasuk yang berasal dari Indonesia.
Salik Khan menjelaskan bahwa dalam kerangka investasi ini, Pakistan di bawah pemerintahan Perdana Menteri Imran Khan berfokus pula pada upaya menarik investor asing.
"Kami punya Zona Ekonomi Khusus yang menyediakan hampir segala jenis fasilitas untuk para investor, mulai dari lahan hingga kelistrikan," ujar dia.
Dia menambahkan bahwa di negaranya itu ada juga Zona Bebas Pajak yang sudah berlaku selama beberapa tahun belakangan dengan dana asing di sana mencapai hampir 200 persen.
"Tanpa pembatasan royalti, biaya teknis dan waralaba, serta pembagian modal dan pendapatan laba, itulah yang kami tawarkan kepada para investor," kata Dubes Salik Khan.
Dan khusus bagi Indonesia dalam hal investasi minyak kelapa sawit di Pakistan, pihaknya mengaku sudah memberikan semua fasilitas terbaik yang akan meningkat setiap tahunnya, dibuktikan dengan nilai pangsa kelapa sawit Indonesia di sana yang tinggi.
"Dari nilai total perdagangan Indonesia terhadap Pakistan sebanyak 2,4 miliar dollar AS itu, pangsa kelapa sawit mencapai 1,8 miliar dollar AS," ujar Salik Khan.
Disinggung mengenai sustainable CPO atau minyak sawit berkelanjutan, minyak dari olahan kelapa sawit yang diproduksi secara ramah lingkungan, Dubes Salik Khan secara tegas menyatakan akan menggunakannya, namun ia membuka peluang tersebut di masa yang akan datang.
“Pakistan selalu membuka pasar kreatif baru untuk minyak kelapa sawit dari Indonesia, maka ke depannya saya rasa ada kemungkinan yang baik untuk minyak sawit berkelanjutan itu,” kata dia menambahkan.
Citra Pariwisata
Dubes memulai dengan kedekatan secara kultural ketika membahas relasi orang-perorangan antara Pakistan dengan Indonesia.
Menurutnya, dengan kondisi masyarakat kedua negara yang mayoritas menganut agama sama serta kemiripan budaya dan tradisi Timur, akan mudah untuk memahami satu sama lain.
Data dari lembaga riset independen AS, Pew Research Center, menunjukkan bahwa pada tahun 2015 Indonesia menempati peringkat pertama sebagai negara berpenduduk Muslim terbanyak di dunia, sementara Pakistan berada di urutan ketiga.
"Maka dari itu, saya yakin ketika masyarakat saling mengunjungi negara satu sama lain, maka masing-masing akan merasa sama saja seperti di rumah," ucap Dubes Salik Khan.
Kedekatan itu jugalah yang membuat Pakistan yakin bisa menggaet masyarakat Indonesia untuk melakukan perjalanan wisata di negara Asia Selatan tersebut.
Berdasarkan catatan Kedutaan Besar Pakistan, tahun 2018 ada sekitar 4.000 orang Indonesia yang berkunjung ke Pakistan. Tahun ini, angkanya dipercaya akan naik seiring dengan pengenalan E-Visa (Visa daring).
Bagaimanapun, citraan pariwisata Pakistan tidak muncul seindah negara-negara lain. Namun Salik Khan meyakinkan bahwa Pakistan memiliki banyak daya tarik wisata yang beragam dan tersebar di wilayah negara itu.
"Saya akan katakan dalam penjelajahan Pakistan dari Utara ke Selatan atau sebaliknya, bisa ditemukan lembah yang indah, danau, gunung-gunung dengan salju," ungkap dia.
Selain itu, ia juga menyebut situs-situs religi dan sejarah yang bisa dikunjungi, misalnya di Provinsi Balochistan ada peradaban Mehrgarh, peradaban paling tua di dunia berusia lebih dari 7.000 tahun.
Ada pula area hijau di Punjab, situs-situs bersejarah di Sindh, serta banyak tempat di Khyber Pakhtunkhwa yang masih menjadi pusat peradaban Gandhara.
Selain itu, daya tarik wisata religi berupa situs suci berbagai agama juga bisa ditemukan di Pakistan, tambahnya.
"Dari sisi religi maupun turisme, Pakistan menawarkan banyak situs yang bisa dikunjungi turis," kata dia meyakinkan.
Untuk menarik lebih banyak orang melakukan aktivitas pariwisata di negaranya, Pemerintah Pakistan saat ini sedang berfokus secara serius dalam meningkatkan fasilitas bagi para wisatawan, misalnya industri perhotelan.
"Kami berharap di tahun mendatang, bukan hanya investor usaha saja yang berdatangan ke Pakistan, namun juga orang-orang dari seluruh dunia untuk berinvestasi dalam sektor pariwisata," kata Salik Khan memungkasi pembahasan.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2019