Musim kemarau turut pengaruhi harga getah pohon karet (lateks) dan lum (bokar) di Wilayah Bumi Sanggam, julukan Kabupaten Balangan, Provinsi Kalimantan Selatan, karena kualitas kekentalan lateks menurun.

Cuaca panas di musim kemarau membuat daun-daun mengering dan berguguran, kemudian kadar air yang dibutuhkan pohon berkurang, sehingga bukan hanya produksi lateks yang menurun, akan tetapi kualitas lateks turut menurun.

Disampaikan Safrudin, salah satu pengumpul lateks di Kecamatan Halong, pada musim kemarau getah karet saat dibekukan agak lembek, karena kadar kekentalan lateks menurun.

"Trend harga lateks turun itu sekitar bulan Juli, Agustus dan September, yakni memasuki musim kering atau kemarau. Dimana kadar lateks juga turun akibati kurangnya kadar air yang dibutuhkan pohon karet," katanya.

Selain itu, kemarau panjang juga menyebabkan produksi karet juga berkurang, sehingga mengakibatkan petani karet kesusahan.

Sementara itu, saat memasuki bulan Oktober hingga Mei, trend harga lateks meningkat, karena sudah memasuki musim hujan, hingga kadar lateks lebih berkualitas.

Curah hujan yang rendah merupakan salah satu faktor penyebab tanaman karet menggugurkan daunnya sehingga terjadi penurunan laju aliran lateks. Kondisi tersebut menyebabkan hasil lateks tanaman karet menjadi rendah. 

"Jika kebutuhan kadar air pohon karet terpenuhi, produksi sekaligus kualitas kekentalan lateks akan lebih bagus, dan saat dibekukan akan lebih kental dan keras," ungkapnya.

Disebutkan, pada Minggu pertama di bulan September ini, harga karet di kalangan petani berkisar Rp4.500 sampai Rp6.500/Kg. Padahal kualitas harga lateks yang bagus dan bersih biasanya berkisar hingga Rp8.500/Kg nya.

Selain itu lanjutnya, kebiasaan para petani karet itu sendiri yang memaksakan untuk mendapatkan uang secepatnya dari hasil karetnya.

Kualitas sadapan

Rendahnya harga karet, selain dipengaruhi musim kemarau, harga karet juga sangat bergantung pada kualitas sadapan petani ,  rata-rata kadar kekeringan bokar dari petani hanya berkisar 50 persen, selain itu bokar kerap tercampur seperti kayu dan air (kontaminan).

Dijelaskan, kalau sudah tercampur bahan kontaminan, otomatis berat bokar yang kita angkut akan menurun hingga 50 persen. Seperti misalnya lima ton bokar yang di angkut ke truk, saat ke lokasi penjualan dan dilakukan penimbangan, hanya tersisa sekitar 2,5 ton kadar bokarnya.

Sementara upah angkut truk tetap full, dan hal ini yang menjadi salah satu pertimbangan pula oleh pabrik terkait harga.

Mengatasi hal itu,  sejak 2017 lalu, Bupati Balangan, H Ansharuddin, telah mengajukan usulan rencana pembangunan pabrik lateks, yang disampaikan ke istana negara melalui sekretaris. Konkretnya, Pemkab Balangan mengajukan usulan agar di Balangan dibangun pabrik lateks.

"Pabrik lateks itu artinya perusahaan membeli karet milik petani tak lagi berbentuk lum (bokar), tetapi cairan karet yang murni atau bersih. Itu harganya bisa mahal," ujarnya.

Lebih lanjut dikatakan bupati, bahwa usulan yang disampaikan ke istana negara terkait pembangunan pabrik lateks sudah diteruskan ke kementerian yang menangani.

Pada Februari 2019, Kepala Dinas Perkebunan dan Perternakan Kalsel drh Suparmi di Banjarbaru, Kalsel, kepada ANTARA pernah mengatakan, sebagai upaya meningkatkan harga dan kualitas karet nasional, pemerintah pusat menunjuk tiga provinsi yaitu kalsel, Sumatera Selatan, dan Jambi.

Peningkatan kualitas

Program percepatan peningkatan kualitas dan harga karet tersebut antara lain melalui intensifikasi dan penguatan Unit Pengolahan dan Pemasaran Bokar (UPPB).

"Intensifikasi diarahkan kepada perkebunan karet yang sudah menghasilkan dan sudah tergabung di UPPB," katanya.

Beberapa intensifikasi tersebut berupa bantuan pupuk, herbisida, fungisida, dan bantuan asam semut yang selama ini membebani masyarakat.

Upaya penguatan UPPB tersebut, tambah dia, tujuanya untuk meningkatkan mutu dan harga jual bokar serta penguatan kelembagaannya.

Menurut dia, di Kalsel selama ini telah terbentuk 109 UPPB. Dari jumlah tersebut, 46 UPPB telah bermitra dengan pabrik "crumb rubber", sehingga mendapatkan harga lebih baik.

Harga karet di tingkat petani masih cukup rendah dibandingkan harga karet di UPPB. Hal itu dikarenakan masih banyak petani karet yang belum bermitra dengan pabrikan, serta pengolahan bokar yang masih belum sesuai prosedur seperti belum menggunakan pembeku yang dianjurkan.

Keuntungan dengan bergabungnya petani karet di UPPB adalah selisih harga yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan petani karet yang menjual langsung ke pengepul.

"Selain itu, selisih harga yang bisa didapat petani mencapai Rp3.000-Rp4.000, untuk itu kami meminta para pekebun untuk bisa bermitra ke UPBB," katanya.

Menurut Suparmi, selain intensifikasi, pemerintah juga akan melakukan peremajaan karet seluas 1.600 hektare. Luasan peremajaan tersebut meningkat, jika dibandingkan tahun 2018 yang hanya 680 hektare dan 2017 menjadi 1.500 hektare.

Luas areal tanaman karet mencapai 270.345 hektare dengan produksi per tahun sebesar 197.699 ton karet kering.

Pabrik pengolahan karet yang ada di Kalsel sebanyak 12 unit dengan kapasitas terpasang 274.900 ton per tahun, terdiri dari pabrik "crumb rubber" 10 unit dengan produksi SIR10 dan SIR20, serta pabrik RSS sebanyak dua unit.

Pewarta: Roly Supriadi

Editor : Ulul Maskuriah


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2019