Balai Penelitian dan Pengembangan Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang Kalimantan Selatan melakukan penelitian penyebaran dan asal adanya cacing buski di Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan.

Kepala Balai Litbang Pengembangan Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang atau P2B2 Kalimantan Selatan Lukman Waris, M.Kes. di Banjarmasin, Senin mengatakan bahwa pihaknya saat ini sedang fokus melakukan penelitian tentang berkembangnya cacing buski di Kecamatan Danau Panggang yang daerahnya sebagian besar rawa-rawa tersebut.

"Di Indonesia cacing buski atau fasciolopsis buski hanya ditemukan di Kecamatan Danau Panggang dan kebanyakan cacing ini menyerang anak-anak," katanya.

Menurut dia, cacing yang berkembang biak di dalam perut usus besar anak-anak melalui telur itu merupakan jenis cacing terbesar di dunia, dan sangat jarang ditemukan.

Kendati cacing itu tidak mematikan, tambah Lukman, namun bisa memengaruhi kecerdasan anak-anak atau generasi muda karena bisa membuat anak-anak kekurangan darah sehingga daya tahan tubuh menurun dan lesu.

Mengenai jumlah korban anak-anak yang terserang cacing yang kebanyaknya berkembang biak pada tumbuhan teratai tersebut, menurut dia, tidak diketahui secara pasti karena jumlah penderita cukup fluktuatif tergantung musim.

Pada musim air pasang, jumlah penderita cacing buski ini akan meningkat karena pada saat itu tanaman sebagai media untuk berkembang biak cacing yang bentuknya menyerupai lintah tersebut tumbuh subur.

"Pada saat itu sekitar 20 persen anak bisa terkena cacing tersebut," katanya.

Melalui penelitian yang lebih intensif, diharapkan penanganan terhadap penderita cacing buski tersebut bisa lebih intensif sehingga anak-anak bisa tumbuh dan berkembang sebagaimana mestinya.

Kasus cacing buski di Danau Panggang tersebut telah ditemukan tim Dinas Kesehatan Kabupaten Hulu Sungai Utara sejak beberapa tahun lalu. Namun, hingga kini, belum ditemukan cara yang tepat untuk mengatasinya.

Bahkan, untuk mengurangi jumlah penderita tersebut, pemerintah kabupaten setempat membangun jembatan dari kayu ulin dari kota kecamatan menuju berbagai desa di daerah tersebut sebagai transportasi darat.

Dengan adanya jembatan tersebut, dia berharap anak-anak sekolah yang biasanya berangkat naik jukung karena harus melintasi danau yang cukup luas, bisa jalan darat sehingga terhindar dari meminum air danau tersebut.

Selain itu, pemerintah setempat telah membangun sanitasi dan air bersih sehingga masyarakat tidak membuang air besar sembarang dan tidak mencuci piring maupun sayur-mayur di danau.

Berdasarkan literatur F. buski hidup dan berkembang biak di dalam usus manusia atau hewan (kerbau,sapi, kambing, kucing, anjing, dan babi hutan), berbentuk pipih seperti lintah (pacat) dan berwarna putih.

Cacing ini menghisap darah sehingga orang yang mengandung cacing ini akan sakit dan mengalami anemia. Fasciolopsiasis mudah menular dan apabila sudah berada dalam usus akan bertelur dalam jumlah ribuan, berkembang biak dan dapat mengeluarkan ribuan telur tersebut bersamaan dengan kotoran.

Manusia terinfeksi cacing ini dikarenakan memakan tumbuhan air yang mentah atau yang tidak dimasak dengan baik yang berisi metaserkaria.

Di Danau Panggang pernah ditemukan kasus, terdapat sekitar 400 cacing di dalam tubuh seorang remaja di daerah tersebut.

Berdasarkan literatur, cacing buski dewasa bisa sepanjang 75 mm, atau 3 inci dan lebar 20 mm atau 1 inci. Cacing tersebut tidak hidup di hati, tetapi biasanya hidup di area teratas usus kecil, dalam jumlah sangat banyak, dan dapat pula hidup di area bawah usus dan di dalam perut, tetapi tidak pernah ditemukan di bagian tubuh lain.

Dalam tubuh individu yang terserang cacing buski setiap cacing buski dewasa dapat memproduksi sedikitnya 25 ribu telur per hari, dan terus berkembang biak.

Pewarta:

Editor : Imam Hanafi


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2013