Pendapat itu dia kemukakan saat mengisi kegiatan Masiroh Panji Rasulullah SAW (Mapara) yang diselenggarakan Dewan Pimpinan Daerah Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Kalimantan Selatan (Kalsel), di Banjarmasin, Minggu.
Guna mendukung pendapatnya, dia membuat ilustrasi dengan mengilaborasi kasus dugaan korupsi Elektronik Kartu Tanda Penduduk (E-KTP), sembari mengutip berita/data Kompas.com, ada 38 orang yang terlibat.
Mereka terlibat berdasarkan data Kompas.com itu, banyak anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), periode 2009-2014, dengan perkiraan kerugian keuangan negara mencapai Rp2,3 triliun.
Bahkan ia menyatakan, hampir semua pihak mengakui, dengan telah keluarnya anggaran negara, mencapai Rp14,6 triliun untuk membiayai E-KTP.
Parahnya, tutur dia, semua uang rakyat tersebut, malah menghasilkan sejumlah wakil rakyat yang tersandung dugaan kasus korupsi E-KTP.
"Kenapa harus korupsi, karena para wakil rakyat memerlukan biaya banyak saat mencalonkan diri, baik untuk berkampanye, pencitraan diri, iklan, hingga yang tidak rahasia umum lagi mungkin dalam menyuap masyarakat agar memilih," lanjutnya.
Ia menegaskan, semua modal keluar tersebut, kemudian mereka (calon wakil rakyat yang terpilih) usahakan untuk bisa kembali atau bahkan mengeruk keuntungan.
"Dari mana mereka mendapatkan uang dalam pencalonan diri? Selain dari kantong sendiri, pastilah dari sponsor, atau berhutang. Akibatnya, uang tersebut kemudian diusahakan untuk dikembalikan saat menjabat," tuturnya.
Parahnya, tambah dia. politik demokrasi tersebut tetap dipertahankan puluhan tahun, yang menyebabkan korupsi semakin menggurita.
"Kalau dulu di bawah meja, sekarang sudah terang-terangan di atas meja, bahkan mejanya ikut dikorupsi," kelakarnya yang disambut gelak tawa peserta Mapara.
Ia menawarkan solusi kepada umat Islam, agar penyelesaian semua masalah itu bisa tuntas, yakni dengan penerapan syariah Islam secara totalitas, dalam Institusi Khilafah yang mengikuti metode kenabian.
"Karena dalam institusi Khalifah yang mengikuti metode kenabian akan menutup semua kesempatan korupsi, dan memberikan sanksi tegas kepada pelakunya, sekaligus berupaya menyejahterakan rakyatnya, lewat pengelolaan kekayaan alam," demikian Yahya.
Mapara berjalan lancar, diikuti sekitar empat ribu orang dari 13 kabupaten/ kota se-Kalsel, sehingga lantai tiga Hotel Golden Tulip tidak sanggup menampung membludaknya peserta, dan sebagian harus mendengarkan seluruh acara dari luar Neptunus Ballroom.