Kotabaru, (Antaranews Kalsel) - Harga bebeberapa jenis beras di Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan, masih tetap tinggi meski petani di daerah itu sudah mulai musim panen.
Seorang petani di Bumi Asih, Kelumpang Selatan Sholikhah di Kotabaru, Rabu mengatakaan, meski sudah ada petani yang mulai panen, sebagian masyarakaat masih tetap membeli beras dengan harga kisaran Rp8.000-Rp8.500 per kilogram.
"Harga tersebut masih dianggap tinggi oleh masyarakat, karena saat musim paceklik beras seharga Rp9.000-Rp11.000/kilogram untuk kualitias sedang," ujarnya.
Dengan kondisi harga tersebut, sebagian petani merasa diuntungkan terutama mereka yang sudah panen karena mereka bisa menjual beras ke tengkulak dengan harga Rp7.000/kilogram.
Namun hal itu membuat sebagian masyarakat yang tidak menanam padi mengeluh, karena petani sudah memasuki musim panen namun harga beras masih relatf tiggi.
Sholikhah mengaku, banyak pedagang pengumpul datang ke rumah-rumah petani untuk membeli beras. Beras-beras yang sudah dibeli mereka dijual ke pasar Kotabaru karena harganya jauh lebih tinggi dibandingkan dijual di daerah perdesaan.
Bahkan, lanjut dia, sebagian pedagang ada yang berani membeli gabah dan menjemurnya terlebih dahulu sebelum dibawa ke pabrik untuk digiling sendiri.
Hal itu terjadi karena mereka ingin mendapatkan barang dagangan, sebab harga beras di pasaran hingga saat ini masih relatif tinggi, apabila dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.
Sebelumnya, Kepala Bulog Kotabaru Rony Hadianto mengatakan, pihaknya periode 2015 menargetkan mampu membeli beras dari petani lokal sekitar 1.500 ton. Target tersebut turun dibandingkan tahun-tahun sebelumnya yang rata-rata 3.000 ton.
"Karena rata-rata realisasi penyerapannya hanya sekitar 1.600 ton per tahun, sehingga periode 2015 kita hanya menargetkan dapat menyerap beras lokasl 1.500 ton," terangnya.
Rony mengaku, optimistis dapat merealisasikan target 1.500 ton, mengingat pemerintah telah menaikkan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) dari Rp1.600 per kilogram menjadi Rp7.300 per kilogram.
Ketidakmampuan Bulog memenuhi target 3.000 ton pada tahun lalu, menurut Rony karena ketetapan HPP lebih rendah dibandingkan dengan harga beras di pasaran.
"Petani lebih memilih menjual beras ke pedagang, karena harganya lebih tinggi," tuturnya.